Dua Advokat Diduga Biayai Aksi untuk Ganggu Proses Hukum Kejaksaan Agung

JAKARTA — Kejaksaan Agung Republik Indonesia menetapkan dua advokat, Marcella Santoso (MS) dan Junaedi Saibih (JS), sebagai tersangka dalam dugaan upaya perintangan proses hukum.

Keduanya diduga aktif mendanai sejumlah kegiatan demonstrasi dan diskusi publik yang diarahkan untuk menggiring opini negatif terhadap institusi Kejaksaan Agung, terutama dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar, menyampaikan dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung bahwa kedua tersangka secara sadar membiayai rangkaian aksi dan forum publik tersebut saat proses hukum tengah berlangsung.

“Tersangka MS dan JS diketahui membiayai demonstrasi yang bertujuan menggagalkan penyidikan, penuntutan, dan pembuktian perkara yang sedang ditangani,” ujar Qohar pada Selasa (22/4/2025).

Tak hanya itu, kegiatan tersebut turut didukung oleh Tian Bahtiar (TB), Direktur Pemberitaan JAK TV, yang kini juga ditetapkan sebagai tersangka. TB disebut aktif menyiarkan narasi-narasi yang menyudutkan Kejaksaan melalui berbagai kanal media, termasuk media sosial dan siaran televisi.

“Para tersangka menyelenggarakan seminar, podcast, dan talkshow dengan arah opini yang telah disusun, untuk memengaruhi proses pembuktian di persidangan,” tambah Qohar. Acara-acara tersebut bahkan dilangsungkan di beberapa kampus dan platform digital, lalu disiarkan secara luas oleh JAK TV.

Ketiganya kini dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, atas dugaan menghalangi proses hukum.

Perkara yang menjadi fokus penyidikan meliputi dugaan korupsi tata niaga timah, impor gula, serta suap dalam penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO) yang saat ini masih bergulir di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Dalam perkara CPO, Kejaksaan juga telah menetapkan delapan tersangka lainnya, termasuk sejumlah hakim, pejabat pengadilan, dan pengacara perusahaan besar. Salah satunya adalah Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, yang diduga menerima suap Rp60 miliar.

Tiga hakim lain, Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom, diduga turut menerima suap Rp22,5 miliar demi memutus perkara dengan vonis lepas.

Kejaksaan menduga kuat bahwa upaya-upaya sistematis yang dilakukan para tersangka bertujuan untuk membelokkan jalannya keadilan dan menciptakan keraguan publik terhadap integritas institusi penegak hukum. []

Nur Quratul Nabila A

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *