Harga Emas Tembus US$3.400, Pemerintah Naikkan Royalti hingga 16 Persen

JAKARTA — Harga emas dunia terus melanjutkan tren penguatan signifikan. Pada perdagangan Senin (21/4/2025), harga emas di pasar spot tercatat melesat sebesar 2,91 persen, menembus level tertinggi sepanjang masa di angka US$3.424,30 per troy ounce.
Kenaikan tajam ini tak hanya menguntungkan pelaku industri tambang, tetapi juga membawa dampak langsung terhadap kebijakan fiskal pemerintah melalui peningkatan royalti sektor pertambangan, khususnya emas.
Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2025 resmi menetapkan skema baru tarif royalti untuk komoditas emas primer. Dalam beleid yang berlaku di bawah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tersebut, ditetapkan bahwa apabila Harga Mineral Acuan (HMA) emas primer mencapai atau melampaui US$3.000 per troy ounce, maka tarif royalti yang dikenakan sebesar 16 persen.
Kebijakan ini merupakan revisi dari PP Nomor 26 Tahun 2022, di mana saat itu tarif royalti tertinggi emas hanya sebesar 10 persen jika harga melebihi US$2.000 per troy ounce. Tidak seperti aturan sebelumnya, PP 19/2025 juga secara eksplisit menyelaraskan tarif dengan dinamika HMA yang merujuk pada harga acuan internasional dari London Bullion Market Association (LBMA) dan Gold PM Fix pada hari transaksi.
Dengan penguatan harga emas yang signifikan, potensi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari subsektor pertambangan emas diperkirakan mengalami lonjakan tajam. Hal ini akan berkontribusi positif terhadap APBN, seiring dengan meningkatnya aktivitas ekspor dan nilai produksi perusahaan-perusahaan tambang.
Skema baru PNBP berdasarkan HMA emas primer pun menjadi sorotan pelaku industri, baik dari sisi kepatuhan regulasi maupun proyeksi keuntungan. Meski demikian, sejumlah analis menilai, kenaikan tarif royalti perlu dibarengi dengan insentif investasi dan kemudahan perizinan untuk menjaga keberlanjutan produksi jangka panjang.
Pemerintah memastikan bahwa kebijakan ini merupakan bagian dari upaya optimalisasi penerimaan negara sekaligus menciptakan tata kelola pertambangan yang adaptif terhadap pasar global. []
Nur Quratul Nabila A