Praktisi Pendidikan Kritik Rencana Penjurusan SMA: Perlu Haluan Pendidikan Nasional yang Konsisten

TANGERANG — Praktisi pendidikan dari Universitas Insan Pembangunan Indonesia, Dr. Masduki Asbari, mengkritisi rencana Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) yang akan kembali memberlakukan sistem penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa di jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA).

Menurut Masduki, perubahan kebijakan tersebut menunjukkan tidak adanya arah pendidikan nasional yang konsisten dan berkesinambungan.

“Ini bukan sekadar soal jurusan, tetapi soal arah pendidikan nasional. Kita ini butuh blueprint pendidikan yang dijadikan pegangan bersama, bukan setiap menteri datang dengan gagasan barunya sendiri,” ujarnya di Tangerang, Selasa (22/4/2025).

Masduki, yang juga menjabat sebagai Ketua Yayasan Aya Sophia Indonesia dan Ketua Lakpesdam PCNU Kabupaten Tangerang, menilai sistem pendidikan seharusnya memiliki pedoman jangka panjang layaknya Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) di bidang pendidikan, agar tidak terjadi kebingungan dan tumpang tindih kebijakan antargenerasi pemerintahan.

Ia menyoroti bahwa kebijakan pendidikan harus berangkat dari identifikasi masalah yang tepat, bukan berdasarkan kebutuhan sistem semata. “Kalau bicara pendidikan, yang harus jadi pusat perhatian adalah siswa. Jangan sampai kebijakan justru menyasar pada efisiensi sistem, tapi mengorbankan masa depan peserta didik,” tegasnya.

Masduki juga mempertanyakan urgensi mengembalikan sistem penjurusan setelah pemerintah baru satu tahun menerapkan sistem peminatan sebagai bentuk reformasi pendidikan. Ia menyebut langkah ini sebagai kemunduran karena kembali mengotak-ngotakkan potensi siswa dalam sekat-sekat disiplin ilmu yang dianggap usang di tengah kebutuhan pendekatan interdisipliner.

“Tantangan masa depan tidak bisa dihadapi dengan sekat-sekat disiplin ilmu yang kaku. Justru kita harus mendorong siswa mengeksplorasi lintas bidang, bukan membatasi mereka sejak SMA,” ujar dia.

Lebih lanjut, ia menyayangkan alasan Kemendikdasmen yang menyebut penjurusan kembali diterapkan demi memudahkan proses seleksi masuk perguruan tinggi. Menurut Masduki, alasan tersebut tidak adil karena menimpakan beban kepada siswa atas persoalan yang seharusnya menjadi tanggung jawab sistem pendidikan nasional.

“Yang perlu kita benahi adalah kesiapan sekolah dan sistem pendidikan secara keseluruhan. Jangan siswa yang dikorbankan hanya karena kita tidak siap melakukan reformasi yang sesungguhnya,” katanya.

Di akhir pernyataannya, Masduki mengajak para pembuat kebijakan untuk lebih visioner dan berpihak pada kebutuhan riil peserta didik. Ia menekankan pentingnya konsistensi dan kepekaan dalam menyusun masa depan pendidikan nasional.

“Jangan terus berputar dalam lingkaran perubahan kebijakan yang dangkal. Kita butuh konsistensi, keberanian, dan kepekaan dalam merumuskan masa depan pendidikan bangsa,” pungkasnya. []

Nur Quratul Nabila A

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *