Namanya Disebut dalam Dakwaan, Kepala Bapenda Semarang Didesak Jadi Tersangka

SEMARANG — Kuasa hukum mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu atau yang akrab disapa Mbak Ita, mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menetapkan Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang, Indriyasari, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemotongan insentif aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan instansinya.

Desakan tersebut disampaikan Erna Ratnaningsih, kuasa hukum Mbak Ita, seusai sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Senin (21/4/2025).

Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa KPK, disebutkan bahwa Mbak Ita bersama terdakwa lain, Alwin Basri, menerima dana dari Indriyasari dalam bentuk iuran kebersamaan.

Menurut Erna, Kepala Bapenda tidak bisa dilepaskan dari perkara ini. Ia menilai Indriyasari mengetahui serta membiarkan praktik pemotongan insentif ASN berlangsung, bahkan turut menyetujuinya.

“Di dalam dakwaan, nama Indriyasari disebut jelas. Ia merupakan satu-satunya pihak pemberi yang hingga saat ini belum dijadikan tersangka oleh KPK. Ini menimbulkan pertanyaan besar soal konsistensi penegakan hukum,” tegas Erna.

Erna juga menyebut bahwa iuran kebersamaan yang menjadi pokok perkara telah dikembalikan ke kas Bapenda sebelum KPK menerbitkan surat perintah penyidikan.

Ia menambahkan bahwa praktik tersebut bukanlah kebijakan baru, melainkan tradisi yang sudah berlangsung sejak kepemimpinan wali kota sebelumnya.

“Pemotongan insentif yang disebut sebagai iuran kebersamaan itu bukan kebijakan Mbak Ita. Itu sudah berlangsung lama, dan justru diteruskan oleh beliau sebagai bentuk kesinambungan pemerintahan,” ujarnya.

Erna menjelaskan bahwa dana tersebut digunakan untuk menunjang operasional kegiatan wali kota yang tidak tercakup dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Menurutnya, Indriyasari bahkan telah mengakui bahwa dana itu diperuntukkan untuk kebutuhan non-struktural yang tidak dapat dibiayai APBD.

Lebih lanjut, pihak kuasa hukum memilih tidak mengajukan eksepsi atas dakwaan agar proses persidangan segera memasuki tahap pembuktian.

“Kami ingin fokus ke tahap pembuktian, karena di sana akan tampak jelas siapa yang sebenarnya bertanggung jawab,” kata Erna.

Kasus ini menjadi perhatian publik Semarang, terutama karena menyeret mantan kepala daerah serta membuka kembali praktik-praktik tradisional dalam birokrasi yang selama ini luput dari pengawasan.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak KPK terkait permintaan penetapan tersangka baru dalam perkara tersebut. []

Nur Quratul Nabila A

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *