Dituding AS Monopoli Impor, Bapanas: Kebijakan Pangan untuk Rakyat

JAKARTA – Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, merespons laporan Pemerintah Amerika Serikat (AS) yang menuding Indonesia melakukan praktik monopoli dalam pengaturan impor pangan.

Tudingan tersebut tercantum dalam dokumen tahunan 2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers yang diterbitkan Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR).

Dalam laporan itu, USTR menyoroti peran eksklusif Perum Bulog dalam mengimpor komoditas strategis seperti beras, jagung pakan, dan kedelai. USTR menilai praktik ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku industri, khususnya dari AS, karena dianggap menghambat perdagangan bebas.

Menanggapi hal tersebut, Arief menegaskan bahwa kebijakan impor pangan yang diterapkan pemerintah Indonesia bertujuan utama untuk menjamin ketersediaan dan stabilitas harga pangan nasional, serta melindungi kepentingan rakyat, bukan untuk memonopoli pasar.

“Presiden Prabowo sudah sangat jelas menyampaikan bahwa kita harus memiliki cadangan pangan di Bulog. Saat ini Indonesia memiliki stok beras sebesar 3,1 juta ton, dan gabah petani dibeli dengan harga Rp6.500 per kilogram. Saya rasa kita berada di jalur yang benar,” kata Arief saat ditemui di Kantor Bapanas, Selasa (29/4/2025).

Arief menekankan bahwa Indonesia merupakan negara berdaulat yang memiliki hak untuk melindungi rakyatnya, termasuk petani dan peternak.

“Kita negara berdaulat. Masa iya semuanya harus impor terus, lalu petani kita mati? Kan tidak seperti itu,” ujarnya.

Ia juga menyoroti pentingnya ketahanan pangan berbasis kemandirian, bukan ketergantungan pada impor. Menurutnya, Presiden Prabowo mendorong peningkatan produksi dalam negeri agar petani dan peternak sejahtera.

“Semangat ketahanan pangan kita berdasarkan pada prinsip kemandirian. Produksi dalam negeri harus ditingkatkan,” kata Arief.

Arief mengungkapkan bahwa Indonesia diproyeksikan mengalami surplus produksi sebesar 1,68 juta ton hingga Mei 2025. Dengan kebutuhan nasional mencapai 2,5–2,6 juta ton per bulan, kondisi ini harus dijaga melalui penguatan produksi dan ketersediaan cadangan pangan.

Ia juga menekankan pentingnya pembangunan sistem irigasi sebagai fondasi stabilitas produksi pangan.

“Jika irigasi—dari embung, waduk, hingga saluran tersier—dibangun dengan baik, maka produksi kita bisa stabil, tidak lagi fluktuatif,” jelasnya.

Selain itu, Arief menerangkan alasan tidak disalurkannya bantuan pangan selama Maret dan April 2025.

Hal itu dilakukan sebagai langkah antisipatif guna mempersiapkan cadangan untuk semester kedua tahun ini, ketika produksi umumnya menurun akibat terbatasnya air irigasi.

“Kenapa bulan Maret dan April ini tidak ada bantuan pangan? Karena kita berusaha menyiapkan stok untuk saat produksi menurun di tengah dan akhir tahun,” tutupnya. []

Nur Quratul Nabila A

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *