Pakistan Siaga Hadapi Potensi Serangan India, Ketegangan Kawasan Meningkat

ISLAMABAD  – Ketegangan antara dua negara bersenjata nuklir, India dan Pakistan, kembali memuncak. Pemerintah Pakistan mengklaim bahwa mereka tengah bersiaga penuh menyusul informasi intelijen mengenai kemungkinan serangan militer dari India dalam waktu 24 hingga 36 jam ke depan.

Mengutip laporan Al Jazeera, Menteri Informasi dan Penyiaran Pakistan, Attaullah Tarar, pada Selasa (29/4/2025) menyatakan bahwa Islamabad memiliki “informasi intelijen yang kredibel” mengenai rencana agresi militer India terhadap Pakistan.

Meski demikian, ia tidak memberikan bukti konkret untuk mendukung klaim tersebut, dan hingga berita ini diturunkan, pemerintah India belum memberikan tanggapan resmi.

“Setiap tindakan agresi akan ditanggapi dengan respons yang tegas. India akan bertanggung jawab penuh atas segala konsekuensi serius di kawasan,” tegas Tarar melalui akun resminya di platform X.

Kekhawatiran Pakistan bukan hanya berasal dari kementerian informasi. Menteri Pertahanan Pakistan, Khawaja Muhammad Asif, dalam pernyataan terpisah mengatakan bahwa negaranya telah memperkuat posisi militer dan mengambil “keputusan strategis” untuk mengantisipasi potensi konflik yang dinilainya kian mendesak.

Sementara itu, Menteri Perkeretaapian Pakistan, Hanif Abbasi, dalam pidato publiknya di akhir pekan lalu bahkan mengisyaratkan kesiapan penggunaan senjata strategis.

“Kami memiliki banyak rudal dan 130 hulu ledak nuklir, dan itu bukan untuk dipamerkan. Semua rudal itu telah diarahkan ke India,” kata Abbasi dengan nada peringatan.

Lonjakan eskalasi antara India dan Pakistan berawal dari insiden pada 22 April lalu, di mana serangan bersenjata terhadap sekelompok wisatawan di Pahalgam, kawasan pegunungan Kashmir yang dikelola India, menewaskan sedikitnya 26 orang. Serangan ini menjadi yang paling mematikan terhadap wisatawan sipil di kawasan tersebut dalam lebih dari dua dekade.

Pemerintah India menuding unsur-unsur berbasis Pakistan terlibat dalam serangan itu. Kelompok yang menamakan dirinya The Resistance Front (TRF), yang diduga berafiliasi dengan Lashkar-e-Taiba—kelompok militan yang berbasis di Pakistan—mengklaim bertanggung jawab. Namun Islamabad membantah keras keterlibatan apa pun dan menyerukan penyelidikan independen.

Insiden tersebut memicu serangkaian tindakan balasan di ranah diplomasi. India mencabut visa warga Pakistan dan menangguhkan partisipasinya dalam Perjanjian Perairan Indus, yang selama ini mengatur pembagian air Sungai Indus dan anak-anak sungainya. Pakistan menuduh India melanggar kesepakatan internasional dan tengah mempertimbangkan tindakan hukum.

Pemerintah Pakistan juga menutup wilayah udaranya bagi maskapai penerbangan India. Di lapangan, ketegangan meningkat di sepanjang Garis Kontrol (LoC), garis demarkasi de facto sepanjang 740 kilometer yang memisahkan wilayah Kashmir antara kedua negara. Laporan mengenai baku tembak dan pengerahan pasukan semakin banyak terdengar.

Merespons situasi yang semakin memanas, sejumlah negara termasuk China menyerukan kedua pihak untuk menahan diri dan menghindari konflik terbuka. Beijing menegaskan pentingnya menjaga stabilitas di kawasan Asia Selatan yang sangat sensitif, mengingat status India dan Pakistan sebagai negara pemilik senjata nuklir. []

Nur Quratul Nabila A

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *