Gubernur Jabar Wajibkan Program KB bagi Penerima Bansos, Fokus Tekan Laju Kelahiran

BANDUNG — Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menegaskan kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat untuk mensyaratkan kepesertaan dalam program Keluarga Berencana (KB) bagi masyarakat penerima bantuan sosial (bansos). Menurutnya, langkah ini penting untuk meningkatkan efektivitas bantuan serta menekan angka kelahiran yang dinilai masih sangat tinggi di provinsi tersebut.
Dalam pernyataannya di Bandung pada Senin (5/5/2025) malam, Dedi menyebut angka kelahiran di Jawa Barat mencapai sekitar 900 ribu kelahiran per tahun. Ia menilai, tingginya angka kelahiran tersebut menjadi tantangan besar dalam upaya pengentasan kemiskinan, khususnya di kalangan masyarakat berpenghasilan rendah.
“Yang kedua, masyarakat yang berpenghasilan rendah atau ekonomi menengah ke bawah, itu saya selalu temui rata-rata anaknya lebih dari tiga. Ada yang empat, lima, bahkan sebelas,” ungkap Dedi.
Ia juga menyoroti fakta di lapangan, di mana banyak keluarga miskin kesulitan membiayai proses persalinan. Dedi mengaku kerap menerima laporan masyarakat yang tidak bisa menebus biaya operasi sesar, dengan nominal mencapai puluhan juta rupiah.
“Jangankan untuk pendidikan ke depan, untuk melahirkan saja tidak punya biaya. Dan itu tanggung jawab suami,” tegasnya.
Dedi menyatakan, sebanyak apa pun intervensi pemerintah dalam bentuk bantuan pendidikan, jaminan kesehatan, hingga program pangan, tidak akan cukup apabila pertumbuhan jumlah anggota keluarga tidak dikendalikan.
“Apa artinya bantuan-bantuan itu kalau jumlah anaknya bertambah terus? Tidak akan bisa meningkatkan derajat ekonomi warga,” ujarnya.
Sebagai solusi, Dedi ingin program KB diberlakukan kepada seluruh keluarga penerima bansos, tanpa diskriminasi gender. Ia menekankan pentingnya keterlibatan laki-laki dalam program tersebut.
“Saya harapkan yang KB itu suaminya. Jangan sampai selalu KB itu yang menjadi beban istri. Jenis KB apa? Ya tergantung pengennya apa. Bisa pakai pengaman, itu juga bisa,” jelasnya.
Lebih lanjut, Pemprov Jabar disebut siap mengalokasikan anggaran khusus untuk penyediaan alat kontrasepsi bagi pria, seperti kondom, guna mendukung keberhasilan program ini.
Kebijakan ini sebelumnya sempat menuai kontroversi, terutama ketika Dedi sempat mengusulkan prosedur vasektomi bagi para suami sebagai prasyarat menerima bansos. Namun, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat menolak wacana tersebut dan menyatakan bahwa vasektomi adalah haram karena bersifat permanen.
Dedi menegaskan bahwa kebijakan KB tetap akan dilanjutkan, namun bentuk metode kontrasepsi akan disesuaikan dengan preferensi pasangan suami-istri. []
Nur Quratul Nabila A