Aksi Mahasiswa di Balai Kota Bogor Berujung Laporan Dugaan Pengrusakan Cagar Budaya

BOGOR — Aksi unjuk rasa mahasiswa di depan Balai Kota Bogor, Jawa Barat, pada Kamis (21/8/2025), menyisakan polemik baru.
Selain menyampaikan aspirasi, sejumlah peserta aksi justru melakukan tindakan vandalisme yang berujung pada pelaporan hukum.
Ketua Tim Ahli Cagar Budaya Kota Bogor, Taufik Hassunna, menegaskan dirinya telah melaporkan peristiwa itu ke Polresta Bogor Kota.
Laporan resmi dengan nomor STTLP/B/594/VIII/2025/SPKT/POLRESTA BOGOR KOTA/POLDA JAWA BARAT tersebut dibuat pada Kamis malam.
“Iya betul. Semalam sudah buat laporan polisi terkait soal dugaan pengrusakan benda cagar budaya,” kata Taufik saat dikonfirmasi, Jumat (22/8/2025).
Menurut Taufik, laporan tersebut penting sebagai langkah edukatif dan penegakan aturan.
“Kami berharap penegakan hukum berjalan tegas, sehingga tidak ada lagi pihak-pihak yang seenaknya merusak atau mencemari bangunan bersejarah di kota ini,” ujarnya.
Ia menekankan, Balai Kota Bogor bukan sekadar kantor pemerintahan, melainkan juga simbol sejarah dan identitas masyarakat.
Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, bangunan tersebut jelas masuk kategori yang wajib dilindungi.
Karena itu, aksi vandalisme dipandang tidak hanya mencederai nilai estetika, tetapi juga melanggar hukum.
“Saya merasa berkewajiban untuk melindungi setiap bangunan bersejarah di Kota Bogor. Balai Kota bukan hanya sekadar kantor pemerintahan, tetapi juga warisan budaya dan identitas masyarakat Bogor,” tegasnya.
Pada hari kejadian, massa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) menggelar aksi menuntut pertanggungjawaban Wali Kota Bogor.
Mereka menilai pengelolaan RSUD Kota Bogor gagal hingga meninggalkan utang miliaran rupiah.
Selain itu, massa juga menyinggung kasus meninggalnya seorang pegawai Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dalam kecelakaan kerja di TPA Galuga.
Di tengah orasi, emosi massa meluap. Beberapa mahasiswa menggunakan cat semprot berwarna merah untuk mencorat-coret tembok Balai Kota.
Coretan itu langsung menimbulkan reaksi keras dari pihak pemerintah daerah maupun pemerhati budaya.
Kasus ini kini menjadi perhatian publik, bukan hanya terkait substansi tuntutan mahasiswa, tetapi juga soal etika dalam menyampaikan aspirasi.
Pemerintah Kota Bogor berharap peristiwa tersebut bisa menjadi pelajaran bersama bahwa demonstrasi tetap harus dilakukan dalam koridor damai, tanpa merusak fasilitas umum maupun bangunan bersejarah. []
Nur Quratul Nabila A