Aksi Pelajar di Jayapura Tolak Program Makan Bergizi Gratis, Tuntut Pendidikan Gratis

JAYAPURA – Massa pelajar di Kota Jayapura yang tergabung dalam Solidaritas Pelajar West Papua (SPWP) menggelar aksi demonstrasi damai di Perumnas III, Waena, Distrik Heram, Kota Jayapura, pada Senin (17/2/2025).
Mereka menolak program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan mendesak pemerintah untuk memberikan pendidikan gratis bagi seluruh siswa di Papua. Para pelajar menilai program MBG tidak relevan dengan kebutuhan mendesak akan pendidikan yang terjangkau.
Aksi dimulai sekitar pukul 06.00 WIT dengan massa berkumpul di beberapa titik strategis, seperti Expo, Abepura, Sentani, dan Perumnas III Waena. Setelah berkumpul, mereka bergerak bersama untuk menyampaikan aspirasi hingga siang hari. Para peserta aksi membawa spanduk bertuliskan berbagai tuntutan, antara lain “Kami Butuh Pendidikan, Bukan Makanan”, “Hentikan Militerisasi di Dunia Pendidikan”, dan “Makan Bergizi Gratis Bukan Solusi untuk Berdayakan Sumber Daya Manusia di Papua”.
Fernando Ahayon, siswa SMA Negeri 7 Jayapura, mengatakan bahwa aksi ini bertujuan menyampaikan aspirasi kepada Dinas Pendidikan Provinsi Papua di Dok 9 Kota Jayapura. Namun, upaya mereka diadang oleh pihak kepolisian.
“Aksi kami sudah resmi mengirimkan surat pemberitahuan ke kepolisian dan mengumpulkan massa sejak pukul 06.00 WIT,” ujarnya.
Fernando berpendapat bahwa program MBG tidak menjawab kebutuhan riil siswa di Papua yang mayoritas berasal dari keluarga petani, nelayan, dan masyarakat kurang mampu.
“Kami menolak program ini karena lebih baik anggarannya dialihkan untuk pendidikan gratis, yang dapat membantu kami belajar dengan lebih baik,” ungkapnya.
Senada dengan itu, Yeskiel Walela, siswa dari sekolah YPPK Teruna Bakti, berharap aksi ini dapat didengar oleh pemerintah pusat dan disampaikan kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
“Kami berharap aspirasi kami bisa diteruskan ke kementerian terkait,” katanya.
Namun, aksi ini di beberapa titik sempat dibubarkan oleh pihak kepolisian. Sebanyak 16 siswa dilaporkan sempat ditahan di Abepura, menyebabkan massa lainnya membubarkan diri.
“Saat di SMK Negeri 3 Kotaraja terjadi penangkapan 16 siswa, sehingga kami akhirnya membubarkan diri,” tambah Yeskiel.
Ia menegaskan bahwa aksi ini merupakan hak konstitusional yang dilindungi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Pelajar lainnya, Ainus Yalak, menyatakan bahwa ia dan rekan-rekannya diadang oleh pihak keamanan di depan sekolah. Ainus mengaku telah meminta izin kepada pihak sekolah untuk mengikuti aksi demo damai, namun tidak mendapat izin.
“Pihak sekolah tidak mengizinkan, dan polisi juga mengadang kami karena masih berada di lingkungan sekolah,” ujarnya.
Sementara itu, Kapolsek Heram, Iptu Bernadus Y Ick, menyebut bahwa pihaknya tidak memberikan izin untuk aksi tersebut karena dikhawatirkan ditunggangi oleh pihak lain. Ia juga membantah adanya penangkapan siswa dan menyatakan bahwa 16 siswa yang diamankan hanya ditahan sementara di Polsek Heram.
“Ada surat yang masuk ke Polresta, tetapi berdasarkan keputusan bersama pemerintah dan kepolisian, izin tidak diberikan,” kata Bernadus.
Menurutnya, untuk mengamankan aksi, pihaknya mengerahkan personel gabungan dari Koramil 03/Jayapura, Polsek Heram, Polresta Kota Jayapura, dan Brimob Polda Papua. Demo tolak MBG juga terjadi di berbagai wilayah Tanah Papua, seperti Wamena, Yalimo, dan []
Nur Quratul Nabila A