Amanat PP Agraria No. 9 Tahun 1999, Sertifikat PT. BRU Bisa Dibatalkan Karena Cacat Hukum Administrasi
PONTIANAK-Erpan Effendi, SH mantan Kepala Seksi Sengketa Tanah Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional Provinsi Kalimantan Barat, menegaskan sesuai peraturan Menteri Agraria nomor 9 tahun 1999 tentang tata cara dan pembatalan hak atas tanah negara dan hak pengelolaan wewenang pada pasal 104, yang menyatakan pembatalan hak atas tanah meliputi pembatalan keputusan pemberian hak, sertipikat hak atas tanah keputusan pemberian hak dalam rangka pengaturan penguasaan tanah.
Menurutnya, pembatalan hak atas tanah dikarenakan penerbitannya cacat hukum administrasi, bisa dilakukan kepada siapa saja baik perorangan maupun kepada lembaga tertentu, karena hal itu sudah diatur sesuai aturan hukum yang berlaku.
Sementara itu Sentot Subarjo, kuasa ahli waris Almarhumah Hj. Mastoerah Binti Gusti Jounus, menyatakan sertifikat yang dimiliki PT. BRU saat ini jelas tidak sah secara administrasi, dan tidak punya SK penerbitan sertifikat, oleh karenanya BPN bisa menganulir sertifikat tersebut.
Sentot Subarjo, kuasaahli waris
“Saya sudah minta kepada Kanwil BPN Kalbar agar segera melakukan gelar perkara terhadap keabsahan sertifikat PT. BRU tersebut,’’kata Sentot Subarjo.
Termasuk tanah yang ber SHM 5941 dan SHM 5942 yang sebelumnya diatasnamakan kepada bekas karyawan PT. BRU Dadang Teguh Rahardjo, SH berlokasi di jalan Mayor Alianyang Desa Sungai Raya, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya tidak memiliki surat keputusan (SK) penerbitan sertifikat yang seharusnya dikeluarkan oleh Kanwil BPN Kalbar.
“Saudara Dadang Teguh Rahardjo, SH sudah pernah dipanggil Kanwil BPN Kalbar untuk mengklarifikasi, faktanya yang bersangkutan tidak pernah memiliki tanah yang dimaksud, dan ini salah satu bentuk penyalahgunaan nama seseorang,’’ungkap Sentot Subarjo, ketika dikonfirmasi beritaborneo, Selasa (4/7).
Menurut Sentot Subarjo, dalam klarifikasinya di Kanwil BPN Kalbar, pada Bulan Maret 2017 silam Dadang Teguh Rahardjo, SH menyatakan tidak pernah menandatangani jual beli atau menghadap notaris untuk keperluan membeli tanah yang saat ini kepemilikannya diklaim oleh PT. BRU.
Walaupun namanya tertera sebagai pemilik tanah yang ber SHM 5941 dan 5942, namun dirinya tidak mengakui, bahkan tidak pernah menandatangani sesuatu. Lalu siapa yang menandatangani akte jual beli tersebut, bahkan isterinya juga tidak pernah menandatangani atau menghadap notaris.
Masih menurut Sentot Subarjo, Surat Keputusan (SK) penerbitan sertifikat SHM 5942 dan 5942 atas nama Dadang Teguh Rahardjo, SH tidak pernah ditemukan berkasnya di Kantor Wilayah BPN Kalbar
“Ketika Datang Teguh Rahardjo ditanya apakah istrinya juga ikut menandatangani surat akte jual beli, dikatakan olehnya bahwa tidak perah menandatangani apa-apa,’’ujarnya.
Menurut pengakuan Dadang Teguh Rahardjo, SH yang kala itu sebagai karyawan PT. BRU namanya disalahgunakan oleh atasanya sendiri yakni Bambang Priyono Hadi, SH yakni seolah-olah ada jual beli antara Dadang dengan pihak lain, yang kemudian diketahui keluarlah nama Dadang Teguh Rahardjo, SH di SHM nomor 5941 dan 5942.
Carut-marut masalah tanah Almarhumah Hj. Masturah Binti Gusti Yunus hingga saat ini belum tuntas, bahkan sebagai kuasa ahli waris pernah dilaporkan oleh Direktur Utama PT. Bumi Raya Utama (PT.BRU), Suwandono Adijanto dengan aduan memasuki pekarangan tanpa ijin.
Namun ditingkat Mahkamah Agung RI, kasasi yang dilayangkan Sentot Subarjo dikabulkan oleh majelis hakim MA. Hal ini sesuai info perkara yang dipublikasikan oleh panitera MA dengan nomor surat pengantar W17.U1/769/HK.01.13/III/2016 Yang diputus pada tanggal 14 Juli 2016. Majelis Hakim yang menangani masing-masing Hakim P1 Sumardijatmo, SH, MH, Hakim P2 M. Desnayeti, SH, MH dan Hakim P3 Dr. Sofyan Sitompul, SH, MH, sedankan panitera pengganti adalah Rustanto, SH, MH.
“Dalam putusan Mahkamah Agung RI, kasasi saya dikabulkan secara keseluruhan, itu artinya perbuatan saya yang disangkakan oleh Suwandono Adijanto memasuki pekarangan orang lain tanpa hak tidak terbukti secara hukum,’’tegas Sentot Subarjo.
Dirinya masih optimis walaupun salinan putusan dari MA belum derima, namun dalam waktu dekat kemungkinan hal tersebut segera dikirim ke PN Pontianak kelas IA.
“Saya masih berprasangka baik kepada lembaga terhormat sekelas Mahkamah Agung, disana masih banyak hakim yang baik dan berpihak kepada rakyat kecil seperti saya,’’ujarnya. (Rac)