AS Jatuhkan Sanksi ke Pakar PBB Pro Palestina

WASHINGTON DC — Pemerintah Amerika Serikat di bawah Presiden Donald Trump kembali menuai kritik internasional setelah menjatuhkan sanksi kepada Francesca Albanese, pakar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang dikenal vokal dalam isu pelanggaran hak asasi manusia oleh Israel di Palestina, khususnya dalam konteks perang Gaza.

Keputusan tersebut diumumkan oleh Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, pada Rabu (9/7/2025).

Ia menuduh Albanese telah menyebarkan narasi anti-Amerika dan anti-Israel yang dinilainya membahayakan kepentingan nasional AS.

“Albanese telah melancarkan kampanye perang politik dan ekonomi melawan AS dan Israel,” ucap Rubio, dikutip dari Al Jazeera.

Rubio menilai bahwa laporan-laporan Albanese bersifat bias dan tak berdasar, termasuk dorongannya kepada Mahkamah Internasional (ICC) untuk mengeluarkan surat penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant.

“Bias tersebut telah terlihat jelas sepanjang kariernya, termasuk merekomendasikan agar ICC, tanpa dasar yang sah, mengeluarkan surat perintah penangkapan yang menargetkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant,” lanjut Rubio.

Langkah sanksi itu dianggap sebagai respons terhadap laporan terbaru Albanese yang menyebut keterlibatan sejumlah perusahaan internasional, termasuk korporasi asal AS, dalam mendukung operasi militer Israel di Gaza—yang digambarkan sebagai bentuk genosida oleh pelapor khusus PBB tersebut.

Rubio menegaskan bahwa pemerintah AS tidak akan menoleransi apa yang ia sebut sebagai “kampanye yang mengancam kedaulatan nasional.”

“Kami tidak akan menoleransi kampanye perang politik dan ekonomi ini, yang mengancam kepentingan dan kedaulatan nasional kami,” kata Rubio.

Francesca Albanese saat ini menjabat sebagai Pelapor Khusus PBB untuk wilayah Palestina yang diduduki.

Ia dikenal luas di kalangan aktivis HAM internasional karena keberaniannya dalam menyerukan akuntabilitas atas kekerasan yang dilakukan terhadap warga sipil Palestina.

Sebelum sanksi dijatuhkan, Albanese kembali menjadi sorotan setelah mengkritik pemerintah Eropa karena mengizinkan Netanyahu melintas di wilayah udara mereka saat melakukan kunjungan diplomatik.

“Warga negara Italia, Prancis, dan Yunani berhak mengetahui bahwa setiap tindakan politik yang melanggar tatanan hukum [internasional], melemahkan dan membahayakan mereka semua. Dan kita semua,” tulis Albanese melalui akun media sosialnya.

Di sisi lain, langkah terbaru Washington bukanlah yang pertama dalam menekan otoritas internasional.

Pemerintahan Trump sebelumnya telah menjatuhkan sanksi kepada empat hakim Mahkamah Internasional dan mengeluarkan perintah eksekutif pada Februari lalu yang memungkinkan pemberian hukuman kepada pejabat ICC yang menargetkan Israel.

Kecaman terhadap kebijakan ini datang dari berbagai kalangan. Nancy Okail, Kepala Pusat Kebijakan Internasional (CIP), menyebut bahwa langkah menjatuhkan sanksi kepada pakar PBB merupakan preseden buruk bagi demokrasi dan supremasi hukum.

“Menjatuhkan sanksi kepada pakar PBB memberikan sinyal bahwa AS bertindak seperti kediktatoran,” ujar Okail kepada Al Jazeera.

Ketegangan antara pemerintahan Trump dengan lembaga-lembaga internasional memang bukan hal baru.

Namun, kali ini, keputusan tersebut dinilai semakin mempertajam jarak antara AS dan komunitas global, terutama di tengah meningkatnya tuntutan terhadap akuntabilitas Israel atas operasi militernya di Gaza. []

Nur Quratul Nabila A

WELLINGTON — Kasus medis tak biasa terjadi di Selandia Baru setelah seorang remaja laki-laki berusia 13 tahun menelan hingga 100 magnet kecil berkekuatan tinggi yang dibelinya melalui platform belanja daring Temu. Aksi berbahaya tersebut berujung pada operasi besar setelah magnet-magnet itu menyebabkan kerusakan serius pada organ dalam tubuhnya. Remaja itu semula dibawa ke Rumah Sakit Tauranga, Pulau Utara, karena mengalami nyeri perut selama empat hari. Setelah dilakukan pemeriksaan medis, dokter menemukan adanya kumpulan magnet di dalam usus. “Dia mengungkapkan telah menelan sekitar 80–100 magnet berkekuatan tinggi (neodymium) berukuran 5×2 milimeter sekitar satu minggu sebelumnya,” tulis laporan di New Zealand Medical Journal, Jumat (24/10/2025). Magnet neodymium tersebut sejatinya sudah dilarang beredar di Selandia Baru sejak 2013 karena risiko keselamatan yang tinggi, terutama bagi anak-anak. Namun, laporan mengungkapkan bahwa remaja ini masih bisa membelinya secara daring melalui Temu, salah satu platform e-commerce asal Tiongkok yang tengah populer secara global. Hasil sinar-X memperlihatkan magnet-magnet itu menggumpal membentuk empat garis lurus di dalam perut sang remaja. “Ini tampaknya berada di bagian usus yang terpisah namun saling menempel akibat gaya magnet,” ujar pihak medis. Kondisi itu menyebabkan nekrosis, atau kematian jaringan, di empat area usus halus dan sekum, bagian dari usus besar. Tim dokter bedah kemudian melakukan operasi pengangkatan jaringan mati sekaligus mengeluarkan seluruh magnet dari tubuh pasien. Setelah menjalani perawatan intensif selama delapan hari, remaja tersebut akhirnya diperbolehkan pulang. Dalam laporan medisnya, dokter Binura Lekamalage, Lucinda Duncan-Were, dan Nicola Davis menulis bahwa kasus ini menjadi pengingat bahaya besar yang bisa timbul dari akses bebas anak-anak terhadap produk berisiko di pasar online. “Kasus ini tidak hanya menyoroti bahaya konsumsi magnet, tetapi juga bahaya pasar daring bagi populasi anak-anak kita,” tulis mereka. Selain itu, para ahli juga memperingatkan kemungkinan komplikasi jangka panjang akibat insiden ini, termasuk sumbatan usus, hernia perut, serta nyeri kronis yang dapat muncul di kemudian hari. Menanggapi laporan tersebut, pihak Temu menyampaikan penyesalan dan berjanji akan menyelidiki kasus ini secara menyeluruh. “Kami telah meluncurkan tinjauan internal dan menghubungi penulis artikel New Zealand Medical Journal untuk mendapatkan informasi lebih lanjut,” ujar juru bicara Temu dalam pernyataan resminya. Namun, Temu menyebut belum dapat memastikan apakah magnet yang digunakan anak tersebut benar-benar dibeli melalui platform mereka. “Meskipun demikian, tim kami sedang meninjau daftar produk yang relevan untuk memastikan kepatuhan penuh terhadap peraturan keselamatan setempat,” tambahnya. Temu, yang merupakan raksasa e-commerce asal Tiongkok, beberapa kali dikritik di pasar internasional, termasuk di Uni Eropa, karena dinilai belum cukup tegas dalam menyaring produk berbahaya atau ilegal yang beredar di platformnya. Kasus ini menegaskan pentingnya pengawasan orang tua terhadap aktivitas belanja dan penggunaan internet oleh anak-anak, sekaligus menjadi peringatan bahwa satu klik di dunia digital bisa berujung pada konsekuensi serius di dunia nyata.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Berita Lainnya

WELLINGTON — Kasus medis tak biasa terjadi di Selandia Baru setelah seorang remaja laki-laki berusia 13 tahun menelan hingga 100 magnet kecil berkekuatan tinggi yang dibelinya melalui platform belanja daring Temu. Aksi berbahaya tersebut berujung pada operasi besar setelah magnet-magnet itu menyebabkan kerusakan serius pada organ dalam tubuhnya. Remaja itu semula dibawa ke Rumah Sakit Tauranga, Pulau Utara, karena mengalami nyeri perut selama empat hari. Setelah dilakukan pemeriksaan medis, dokter menemukan adanya kumpulan magnet di dalam usus. “Dia mengungkapkan telah menelan sekitar 80–100 magnet berkekuatan tinggi (neodymium) berukuran 5×2 milimeter sekitar satu minggu sebelumnya,” tulis laporan di New Zealand Medical Journal, Jumat (24/10/2025). Magnet neodymium tersebut sejatinya sudah dilarang beredar di Selandia Baru sejak 2013 karena risiko keselamatan yang tinggi, terutama bagi anak-anak. Namun, laporan mengungkapkan bahwa remaja ini masih bisa membelinya secara daring melalui Temu, salah satu platform e-commerce asal Tiongkok yang tengah populer secara global. Hasil sinar-X memperlihatkan magnet-magnet itu menggumpal membentuk empat garis lurus di dalam perut sang remaja. “Ini tampaknya berada di bagian usus yang terpisah namun saling menempel akibat gaya magnet,” ujar pihak medis. Kondisi itu menyebabkan nekrosis, atau kematian jaringan, di empat area usus halus dan sekum, bagian dari usus besar. Tim dokter bedah kemudian melakukan operasi pengangkatan jaringan mati sekaligus mengeluarkan seluruh magnet dari tubuh pasien. Setelah menjalani perawatan intensif selama delapan hari, remaja tersebut akhirnya diperbolehkan pulang. Dalam laporan medisnya, dokter Binura Lekamalage, Lucinda Duncan-Were, dan Nicola Davis menulis bahwa kasus ini menjadi pengingat bahaya besar yang bisa timbul dari akses bebas anak-anak terhadap produk berisiko di pasar online. “Kasus ini tidak hanya menyoroti bahaya konsumsi magnet, tetapi juga bahaya pasar daring bagi populasi anak-anak kita,” tulis mereka. Selain itu, para ahli juga memperingatkan kemungkinan komplikasi jangka panjang akibat insiden ini, termasuk sumbatan usus, hernia perut, serta nyeri kronis yang dapat muncul di kemudian hari. Menanggapi laporan tersebut, pihak Temu menyampaikan penyesalan dan berjanji akan menyelidiki kasus ini secara menyeluruh. “Kami telah meluncurkan tinjauan internal dan menghubungi penulis artikel New Zealand Medical Journal untuk mendapatkan informasi lebih lanjut,” ujar juru bicara Temu dalam pernyataan resminya. Namun, Temu menyebut belum dapat memastikan apakah magnet yang digunakan anak tersebut benar-benar dibeli melalui platform mereka. “Meskipun demikian, tim kami sedang meninjau daftar produk yang relevan untuk memastikan kepatuhan penuh terhadap peraturan keselamatan setempat,” tambahnya. Temu, yang merupakan raksasa e-commerce asal Tiongkok, beberapa kali dikritik di pasar internasional, termasuk di Uni Eropa, karena dinilai belum cukup tegas dalam menyaring produk berbahaya atau ilegal yang beredar di platformnya. Kasus ini menegaskan pentingnya pengawasan orang tua terhadap aktivitas belanja dan penggunaan internet oleh anak-anak, sekaligus menjadi peringatan bahwa satu klik di dunia digital bisa berujung pada konsekuensi serius di dunia nyata.