Bahlil Digugat Warga ke PN Jakpus Soal Kelangkaan BBM di SPBU Swasta

JAKARTA – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia kembali berada dalam sorotan publik setelah dirinya digugat secara perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Gugatan itu berkaitan dengan kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) di sejumlah stasiun pengisian swasta, yang dinilai merugikan konsumen.

Perkara tersebut tercatat dalam sistem PN Jakpus pada Senin (29/09/2025) dengan nomor registrasi 648/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst. Penggugat adalah seorang warga sipil bernama Tati Suryati, yang menggandeng pengacara Boyamin Saiman sebagai kuasa hukumnya.

Boyamin menjelaskan bahwa Tati merupakan konsumen rutin BBM jenis V-Power Nitro+ dengan Research Octane Number (RON) 98 milik Shell. Tati biasanya melakukan pengisian bahan bakar mobilnya setiap dua minggu. Namun, pada 14 September 2025, ia kesulitan menemukan SPBU yang menjual BBM beroktan tinggi tersebut di kawasan Alam Sutera hingga Bintaro. Semua SPBU yang didatanginya dilaporkan kehabisan stok.

Kondisi itu membuat Tati terpaksa mengisi kendaraannya dengan Shell Super ber-RON 92. Keputusan darurat tersebut kemudian memunculkan kekhawatiran akan kerusakan pada mesin mobil yang terbiasa menggunakan bahan bakar dengan oktan lebih tinggi.

“Bahwa Tergugat I (Menteri ESDM) melalui pernyataan di beberapa media yang dipublikasikan pada tanggal 20 September 2025 menyatakan bahwa pemerintah membuat keputusan untuk tetap melayani penjualan BBM impor tetapi itu akan diberikan lewat kolaborasi dengan Pertamina (Tergugat II),” kata Boyamin dalam keterangannya, Senin (29/09/2025).

Pihak penggugat menilai kebijakan tersebut justru membatasi pasokan di SPBU swasta dan memaksa perusahaan asing membeli BBM dari Pertamina. Dalam perkara ini, tidak hanya Bahlil yang digugat, tetapi juga Pertamina yang dianggap menjadi fasilitator kebijakan, serta Shell yang dinilai gagal melindungi kepentingan konsumennya.

Tati menuntut ganti rugi materiil senilai Rp 1.161.240, angka yang didasarkan pada biaya dua kali pengisian BBM V-Power Nitro+ RON 98 yang gagal diperoleh. Selain itu, ia menuntut ganti rugi immateriil sebesar Rp 500 juta, yang disebut setara dengan nilai kendaraannya. Gugatan tersebut diajukan karena adanya rasa cemas dan ketidaknyamanan akibat penggunaan BBM RON 92 yang dianggap berisiko merusak mobil.

“Kerugian immateriil ini diajukan karena ada kecemasan mobil yang telanjur diisi RON 92 berujung rusak karena biasanya diisi RON 98,” ungkap Boyamin.

Kasus ini menjadi perhatian luas karena jarang terjadi seorang menteri digugat langsung oleh konsumen atas kebijakan energi. Gugatan Tati dapat menjadi ujian akuntabilitas pemerintah dalam menjaga distribusi BBM, sekaligus menyoroti peran swasta dan BUMN dalam memenuhi hak konsumen. []

Diyan Febriana Citra.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *