Banjir Rusak Perkebunan Kakao dan Lada di Berau, Produksi Terancam Anjlok

TANJUNG REDEB – Banjir yang melanda sejumlah wilayah di Kabupaten Berau dalam beberapa bulan terakhir memberikan dampak signifikan terhadap sektor perkebunan, terutama komoditas unggulan seperti kakao, lada, dan kelapa sawit.
Selain merendam permukiman warga, curah hujan tinggi menyebabkan ratusan hektare lahan perkebunan terendam, dengan ancaman kegagalan panen secara meluas.
Kepala Dinas Perkebunan (Disbun) Kabupaten Berau, Lita Handini, menjelaskan bahwa banjir yang terjadi bukan merupakan genangan sesaat, melainkan bencana yang berdampak serius terhadap siklus pertumbuhan tanaman.
Ia menuturkan, meskipun kelapa sawit memiliki ketahanan terhadap air, keterlambatan penanganan dan lama rendaman tetap menyebabkan pembusukan buah.
“Untuk kakao, situasinya jauh lebih kritis. Tanaman muda yang berusia di bawah dua tahun hampir pasti mati, sedangkan tanaman dewasa yang selamat pun mengalami penurunan kualitas buah,” ujarnya.
Lita mengungkapkan bahwa lebih dari separuh potensi produksi kakao diprediksi hilang akibat banjir. Bahkan, bibit baru hasil program kemitraan dengan pihak ketiga turut rusak karena tersapu air.
Pihaknya telah melaporkan kondisi ini kepada Bupati Berau dan menyatakan bahwa untuk tahun ini, harapan panen kakao sangat tipis.
Sementara itu, Kepala Bidang Perlindungan Disbun Berau, Heri Suparno, menyebut bahwa luas lahan kakao yang terdampak banjir telah mencapai sekitar 500 hektare, sebagian besar berada di bantaran sungai. Selain risiko kegagalan panen, kondisi ini juga membuka peluang meningkatnya serangan hama dan penyakit tanaman.
“Saat ini baru Kampung Lesan Dayak yang mengajukan proposal bantuan pascabanjir. Kami masih menunggu pengajuan dari kampung-kampung lain untuk segera diverifikasi,” jelasnya.
Heri juga menekankan pentingnya mitigasi jangka panjang. Salah satu langkah strategis yang disarankan adalah menghindari praktik budidaya di wilayah rawan banjir serta memanfaatkan informasi cuaca dari BMKG secara aktif.
“Kami mendorong petani untuk tidak lagi menanam di bantaran sungai demi menghindari kerugian serupa di masa mendatang,” imbuhnya.
Disbun Berau memastikan ketersediaan bantuan bibit dan pupuk akan terus diupayakan, mengingat kakao dan lada telah ditetapkan sebagai komoditas unggulan daerah. Untuk tahun ini, anggaran pemulihan akan diupayakan melalui asistensi, dan jika belum memungkinkan, akan diajukan kembali pada 2026.
“Komitmen kami tidak akan surut. Perkebunan tetap menjadi prioritas, meski kondisi saat ini penuh tantangan,” pungkas Lita Handini. []
Nur Quratul Nabila A