Barak Dinilai Tak Efektif, Surabaya Terapkan Pendekatan Asrama bagi Anak Pelaku Tawuran

SURABAYA — Pemerintah Kota Surabaya kini mengubah pendekatan dalam menangani anak-anak yang terlibat dalam kenakalan remaja, khususnya tawuran antarkelompok.

Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, memutuskan untuk menghentikan program barak militer dan menggantinya dengan pendekatan berbasis asrama melalui program Kampung Anak Negeri (Kanri) serta Bibit Unggul, yang dinilai lebih menekankan pada kedisiplinan dan pemenuhan hak anak.

Keputusan ini diambil setelah Eri mengamati bahwa meskipun program pendidikan kebangsaan berbasis pelatihan militer sempat menunjukkan perubahan perilaku pada anak-anak, efeknya ternyata tidak bertahan lama.

Anak-anak yang sebelumnya sempat berubah menjadi lebih tertib dan sopan, beberapa bulan kemudian kembali terlibat dalam tindakan melawan hukum.

“Saya pernah mendapatkan laporan bahwa anak-anak yang dulu kami kirim untuk dibina selama sepuluh hari di barak TNI menunjukkan perubahan yang baik. Mereka menjadi lebih sopan dan disiplin, bahkan mulai mengucapkan terima kasih kepada orang tua mereka,” ungkap Eri saat memberikan keterangan pers di Balai Kota Surabaya, Jumat (30/5/2025).

Namun, lanjutnya, perubahan itu bersifat sementara. Setelah beberapa bulan, beberapa anak kembali tertangkap akibat terlibat tawuran atau pelanggaran lain.

Dari pengakuan sejumlah orang tua, Eri menemukan akar permasalahan yang lebih dalam.

“Seorang ibu mengatakan kepada saya bahwa ia hanya sempat bertemu anaknya saat pagi buta karena bekerja sebagai juru cuci. Jadi, yang kurang itu bukan hanya disiplin, tetapi perhatian, komunikasi, dan kasih sayang dari keluarga,” jelasnya.

Atas dasar itu, Pemkot Surabaya kini menjalankan program Kanri dan Bibit Unggul.

Kedua program ini dilaksanakan dalam sistem asrama yang tidak hanya mengajarkan kedisiplinan, tetapi juga memberikan pendampingan psikososial dan pendidikan karakter kepada anak-anak.

“Kami ingin membangun lingkungan yang menumbuhkan rasa aman, cinta, dan tanggung jawab. Bukan semata-mata lewat hukuman atau pelatihan fisik, tapi melalui pendekatan yang menyentuh hati mereka,” pungkas Eri.

Dengan perubahan pendekatan ini, Pemkot Surabaya berharap dapat membentuk generasi muda yang tidak hanya patuh aturan, tetapi juga tumbuh dalam lingkungan yang sehat secara emosional dan sosial. []

Nur Quratul Nabila A

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *