Bentrokan Perbatasan Thailand-Kamboja, 23 Orang Terluka

JAKARTA — Ketegangan di perbatasan Thailand dan Kamboja kembali meledak menjadi bentrokan terbuka pada Rabu (17/09/2025). Polisi Thailand dilaporkan melepaskan gas air mata serta peluru karet ke arah warga sipil Kamboja di kawasan yang masih diperebutkan kedua negara. Insiden ini disebut sebagai eskalasi terparah sejak gencatan senjata disepakati dua bulan lalu.

Sedikitnya 23 warga Kamboja mengalami luka-luka. Militer Thailand pun mengakui sejumlah aparat mereka juga cedera akibat insiden tersebut. Bentrokan kali ini menegaskan rapuhnya kesepakatan damai yang diteken pada Juli 2025, setelah konflik bersenjata lima hari menewaskan sedikitnya 48 orang dan memaksa ratusan ribu penduduk mengungsi.

Perselisihan muncul di sebuah pemukiman yang diperebutkan. Thailand menyatakan wilayah itu bagian dari Desa Ban Nong Ya Kaew di Provinsi Sa Kaeo, sementara Kamboja bersikeras bahwa kawasan tersebut masuk Desa Prey Chan di Provinsi Banteay Meanchey.

Ketegangan meningkat sejak pihak Thailand memasang pagar kawat berduri bulan lalu. Tindakan itu memicu protes panjang dari warga kedua belah pihak, yang menilai langkah tersebut sebagai simbol provokasi dan pelanggaran batas wilayah.

Sengketa batas sepanjang 817 kilometer antara Thailand dan Kamboja sesungguhnya sudah berlangsung lebih dari seabad. Garis perbatasan pertama kali ditetapkan Prancis pada 1907, ketika Kamboja masih berada di bawah kolonialisme. Namun, batas tersebut hingga kini kerap menjadi sumber pertikaian.

Menteri Informasi Kamboja, Neth Pheaktra, menuduh aparat Thailand melanggar perbatasan dan bertindak brutal terhadap warga sipil. “Aparat Thailand menggunakan gas air mata, peluru karet, serta perangkat kejut suara terhadap warga Kamboja,” ungkapnya.

Sementara itu, militer Thailand menyatakan tindakannya hanya berupa respons terhadap aksi provokatif. Mereka menuding sekitar 200 demonstran Kamboja melempari aparat dengan batu, kayu, dan bahkan ketapel, sehingga menyebabkan korban luka di pihak Thailand. “Langkah pengendalian massa terpaksa diambil untuk mencegah eskalasi lebih besar,” sebut pernyataan resmi militer Thailand.

Gencatan senjata yang dimediasi Malaysia pada 28 Juli 2025 lalu sempat membawa harapan stabilitas di kawasan tersebut. Namun, peristiwa terbaru memperlihatkan bahwa perdamaian itu masih rapuh dan mudah terguncang. Sengketa perbatasan yang berakar dalam sejarah kolonial dan dipicu kepentingan politik domestik membuat upaya penyelesaian damai selalu menemui jalan buntu.

Situasi ini menimbulkan kekhawatiran internasional, mengingat wilayah perbatasan kedua negara sering kali menjadi titik rawan konflik yang berpotensi meluas. Meski belum ada laporan korban jiwa dalam bentrokan terbaru, luka fisik dan trauma warga menunjukkan bahwa stabilitas di kawasan masih jauh dari kata aman. []

Diyan Febriana Citra.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *