Bentrokan Suku di Suriah Selatan Tewaskan 37 Orang

SWEIDA — Ketegangan lama yang membara di Suriah selatan kembali meledak menjadi kekerasan bersenjata, menewaskan sedikitnya 37 orang dalam bentrokan antara suku Badui dan kelompok pejuang lokal komunitas Druze di kota Sweida.

Insiden ini menjadi salah satu konflik paling mematikan di kawasan itu sejak gencatan senjata internal terakhir pada April-Mei 2025.

Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR), pemantau independen berbasis di Inggris, menyatakan bahwa 27 dari korban tewas merupakan warga Druze, termasuk dua anak-anak, sementara 10 lainnya berasal dari suku Badui.

Ketegangan yang meletupkan konflik ini berasal dari sengketa lama antara dua kelompok yang sebelumnya telah menandatangani kesepakatan damai pascajatuhnya rezim Bashar al-Assad.

“Ini adalah kekerasan paling mematikan di wilayah tersebut sejak konflik internal pada April-Mei yang juga menewaskan puluhan orang,” tulis SOHR dalam laporan yang dikutip oleh AFP, Senin (14/7/2025).

Media lokal Sweida24 sebelumnya melaporkan angka awal korban sebanyak 10 tewas dan 50 luka-luka, serta terjadinya pemblokiran jalan raya utama Damaskus–Sweida akibat eskalasi bentrokan.

Gubernur Sweida, Mustapha al-Bakur, segera menyampaikan imbauan agar masyarakat tidak terprovokasi oleh kekerasan sektarian dan tetap mendukung jalur damai dalam proses rekonstruksi nasional.

“Saya meminta seluruh konstituen untuk menahan diri dan mendukung agenda reformasi nasional,” ujar Mustapha dalam pernyataannya.

Pemerintah pusat di Damaskus pun mengambil langkah cepat dengan mengerahkan pasukan keamanan ke lokasi bentrokan untuk mencegah konflik meluas.

Seorang sumber resmi mengonfirmasi bahwa kehadiran pasukan dilakukan guna “meredam situasi sebelum meluas ke wilayah lain.”

Media pemerintah Suriah, SANA, juga melaporkan bahwa aparat telah dikerahkan ke wilayah perbatasan antara Provinsi Daraa dan Sweida, dua daerah yang sejak lama menjadi episentrum ketegangan antar komunitas pascarezim Assad.

Sementara itu, Kementerian Pendidikan Suriah menunda ujian nasional tingkat menengah yang sedianya digelar di Sweida pada hari yang sama, hingga waktu yang belum ditentukan.

Para pemimpin spiritual Druze turut bersuara, menyerukan ketenangan dan meminta pemerintah pusat segera melakukan intervensi.

Mereka khawatir ketegangan ini akan berubah menjadi konflik terbuka antarkelompok yang mengancam eksistensi komunitas minoritas di wilayah selatan Suriah.

Sweida sendiri merupakan pusat komunitas Druze terbesar di Suriah, dengan populasi sebelum perang saudara mencapai sekitar 700.000 jiwa. Dalam beberapa tahun terakhir, kawasan ini relatif stabil dibanding wilayah lain yang lebih sering menjadi target serangan kelompok ekstremis.

Namun, kekosongan otoritas pascarezim Assad justru memperburuk fragmentasi kekuasaan di tingkat lokal, menciptakan ketegangan horizontal antarsuku dan kelompok bersenjata.

Kekerasan seperti ini, menurut sejumlah pengamat regional, adalah cerminan dari kerapuhan tatanan pascaperang yang belum sepenuhnya pulih.

Kompromi politik yang tak kunjung solid, ketidakpastian otoritas lokal, serta senjata yang masih tersebar di tangan milisi sipil menjadi kombinasi mematikan di wilayah-wilayah dengan sejarah konflik etnis dan sektarian seperti Sweida. []

Nur Quratul Nabila A

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *