Black Friday: Dari Kemacetan Jadi Hari Diskon
JAKARTA – Black Friday dikenal sebagai salah satu ajang belanja terbesar yang selalu dinantikan masyarakat dunia, termasuk di Indonesia. Momen ini identik dengan diskon besar-besaran, promosi terbatas, hingga antrian panjang di berbagai gerai ritel. Banyak konsumen sengaja menunggu tanggal penyelenggaraannya untuk merencanakan pembelian produk elektronik, fashion, hingga perlengkapan rumah tangga.
Dilansir Farmers’ Almanac, Black Friday tahun 2025 jatuh pada Jumat, 28 November 2025. Penanggalan ini mengikuti tradisi di Amerika Serikat, di mana Black Friday berlangsung sehari setelah peringatan Thanksgiving. Thanksgiving sendiri diperingati setiap Kamis pada pekan keempat bulan November. Pada tahun ini, Thanksgiving jatuh pada Kamis, 27 November 2025, sehingga Black Friday diselenggarakan keesokan harinya.
Dengan sistem penanggalan tersebut, Black Friday memang tidak memiliki tanggal tetap dan bergeser setiap tahun mengikuti peringatan Thanksgiving. Kendati berasal dari Amerika Serikat, fenomena Black Friday kini telah berkembang menjadi tradisi belanja global yang dinantikan oleh konsumen di berbagai negara.
Mengutip Britannica, istilah “Black Friday” memiliki beberapa latar sejarah. Salah satu versi yang paling dikenal berasal dari Kota Philadelphia pada 1960-an. Saat itu, aparat kepolisian menggunakan istilah tersebut untuk menggambarkan kemacetan, keramaian, dan kepadatan lalu lintas yang terjadi sehari setelah Thanksgiving akibat meningkatnya aktivitas belanja dan wisatawan.
Penjelasan lain menyebut, istilah Black Friday berasal dari dunia akuntansi, di mana kondisi keuangan toko ritel berubah dari posisi merugi yang digambarkan dengan tinta merah (red) menjadi untung yang digambarkan dengan tinta hitam (black) akibat lonjakan penjualan menjelang akhir tahun. Momen diskon besar-besaran ini dianggap sebagai peluang bagi pelaku usaha untuk memperoleh keuntungan signifikan.
BBC Bitesize menambahkan, seiring berkembangnya teknologi dan digitalisasi, tren Black Friday tidak hanya berlangsung di toko fisik, tetapi juga merambah ke platform e-commerce dan toko daring. Perkembangan ini menjadikan Black Friday tidak hanya populer di Amerika, tetapi juga diadopsi oleh berbagai negara melalui platform digital.
USA Today menyebutkan, banyak peritel besar kini memulai kampanye Black Friday lebih awal melalui promosi pra-Black Friday, baik secara online maupun offline. Strategi ini dilakukan untuk menarik minat pembeli dan mengantisipasi tingginya permintaan masyarakat terhadap produk-produk seperti elektronik, gawai, peralatan rumah tangga, dan fesyen.
Tak hanya berlangsung sehari, sebagian besar penawaran Black Friday kini bahkan diperpanjang hingga akhir pekan dan dilanjutkan dengan Cyber Monday, yang secara khusus menawarkan potongan harga belanja online. Pola ini membuat periode belanja akhir November semakin panjang, semakin kompetitif, dan semakin dinantikan masyarakat.
Black Friday terus berkembang dari sekadar tradisi pasca-Thanksgiving di Amerika menjadi fenomena global yang mengubah cara masyarakat berbelanja, terutama di era digital. []
Siti Sholehah.
