BMKG Muara Teweh Memiliki Alat Deteksi Gempa Dan Tsunami
BARITO UTARA – Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Muara Teweh Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah, memiliki alat deteksi gempa bumi dan tsunami atau Tsunami Early Warning System (TEWS).
“Alat ini berfungsi untuk membantu BMKG dalam memantau gempa dan tsunami yang terjadi di wilayah pulau Kalimantan atau khususnya di sekitar laut Sulawesi,” kata Kepala BMKG Muara Teweh, Juli Budi Kisworo ST melalui Kepala Kelompok Tenaga Teknis, Sunardi di Muara Teweh, Pada Hari Senin (12/10).
Menurut Sunardi, sarana dan prasarana alat pemantau gempa dan tsunami untuk wilayah utara Kalteng yang dibangun dengan desain khusus di kawasan kantor BMKG setempat itu mulai difungsikan sejak awal tahun 2010.
Alat tersebut berada di sebuah bangunan konstruksi beton persegi empat berukuran 4 x 4 meter dan tinggi empat meter dengan dinding empat lapis kedap suara di komplek BMKG Muara Teweh yang dilengkapi sarana listrik dari pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) untuk mengoperasikan sensor alat gempa tersebut.
“Alat ini hanya bersifat sensor yang secara otomatis memberikan informasi kalau terjadi gempa kepada BMKG Pusat,” katanya.
Menurut dia, alat serupa sudah ada di Palangka Raya, untuk pemantauan wilayah selatan dan Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah di bagian barat yang merupakan program BMKG pusat untuk memudahkan deteksi di daerah yang dilalui jalur gempa dan tsunami, seperti di Laut Sulawesi atau Selat Makassar.
Di Pulau Kalimantan alat deteksi gempa sejenis itu selain hanya di tiga kota di Kalteng itu juga di Sanggata, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.
“Jadi semakin banyak dibangun alat deteksi ini dapat memudahkan memantau gempa yang efeknya bisa terasa di tempat kita,” kata dia.
Sedangkan kota di Kalimantan yang memiliki Stasiun Geofisika yang terdapat sismograph (sebuah perangkat yang mengukur dan mencatat gempa bumi) yaitu di Balikpapan, Kaltim.
Sunardi menjelaskan, meski pulau Kalimantan secara umum diketahui selama ini dikenal aman dari gempa dan tsunami, namun fakta mencatat sejarah yang merupakan kejadian langka telah terjadi di Kalteng khususnya Muara Teweh.
Kejadian gempa bumi di Kalteng terjadi di Muara Teweh yang terekam pada Pusat Gempa Regional BMKG Wilayah III Denpasar, Bali pernah dialami pada tanggal 5 Juli 1996 lalu sekitar 22.04 WIB atau 23.04 WITA di kawasan PIR Butong Kecamatan Teweh Selatan.
Gempa Tektonik dengan kekuatan 5,5 Skala Richter ini berada di pusat gempa 01,14 Lintang Selatan (LS) dan 114,85 Bujur Timur (BT) dengan kedalaman 33 kilometer (normal) dan intensitas gempa III MMI (Modified Mercalli Intensity) atau berada di daratan sekitar 30 kilometer arah Selatan Kota Muara Teweh.
Gempa yang disebabkan aktifitas sesar/patahan setempat (lokal) bisa diikuti gempa susulan berlangsung sampai dengan 15 hari berikutnya dan kekuatan maupun frekuensinya makin turun.
“Kejadian langka ini dirasakan hampir semua penduduk di Muara Teweh dan sekitarnya, bahkan dilaporkan ada beberapa bangunan yang mengalami retak-retak,” jelas Sunardi.
Dalam rekaman BMKG Wilayah III Denpasar itu juga tercatat peristiwa lainnya yang dirasakan masyarakat Muara Teweh terjadi gempa 70 kilometer arah barat kota Balikpapan, Kaltim, yang terjadi pada 3 Juli 1998 sekitar pukul 07.36 WIB.
Pada saat itu kekuatan gempa 5.0 Skala Richter dengan kedalaman 33 kilometer pada 114 LS dan 116,28 BT dan getaran gempa terasa III MMI.
Dari sejarah gempa bumi di Indonesia yang terjadi di Kalimantan selain di Muara Teweh dan wilayah Balikpapan (Laut Sulawesi), tercatat tiga kali berturut-turut peristiwa bencana gempa bumi di Tarakan, Kalimantan Utara dan sekitarnya yakni pada 19 April 1923, 13 April 1924 dan 14 Pebruari 1925 dengan kekuatan mencapai VIII skala MMI. [] ANT