Bocah SD Naik Kereta Sendiri Demi Sekolah di Klender
JAKARTA β Kisah inspiratif seorang siswa sekolah dasar (SD) asal Tangerang menarik perhatian publik setelah videonya yang sedang berangkat sekolah menggunakan KRL seorang diri viral di media sosial. Bocah bernama Hafitar itu terlihat begitu percaya diri menumpang kereta dari Parung Jaya, Kota Tangerang, menuju sekolahnya di kawasan Klender, Jakarta Timur, setiap pagi sebelum matahari terbit.
Dalam video yang beredar luas, anak laki-laki berseragam merah-putih itu tampak berdiri di peron stasiun bersama penumpang dewasa lainnya. Gelagatnya tidak seperti anak kecil yang biasanya berangkat sekolah dengan diantar orang tua. Ia terlihat tenang, layaknya pekerja komuter yang terbiasa pulang-pergi menggunakan transportasi publik. Seragam sekolahnya yang mencolok menjadi perhatian di antara para calon penumpang lainnya.
Kepala Satuan Pelaksana (Kasatlak) Pendidikan Kecamatan Duren Sawit, Farida Farhah, menjelaskan latar belakang mengapa Hafitar harus menempuh perjalanan jauh setiap hari demi sekolah. Sebelumnya, Hafitar tinggal bersama ibunya di Kampung Sumur, Klender, tidak jauh dari sekolah. Namun keadaan berubah ketika sang ayah meninggal dunia dan ibunya mendapatkan pekerjaan sebagai asisten rumah tangga di wilayah Tangerang.
“Ayahnya meninggal lima tahun lalu, jadi ibunya harus bekerja. Pekerjaan itu baru dapat September kemarin. Karena mereka ngontrak di Klender, mau tidak mau anak ini ikut ibunya tinggal di Tangerang,” kata Farida saat dihubungi, Senin (24/11/2025).
Pada awal kepindahan, ibunya masih sempat mengantar dan menjemput Hafitar menggunakan KRL setiap hari. Namun, seiring berjalannya waktu dan setelah anaknya dianggap cukup mandiri serta memahami rute perjalanan, sang ibu akhirnya memberi kepercayaan dan melepas Hafitar untuk naik KRL sendiri.
Hafitar pun dibekali kartu Commuter Line dan JakLingko. Bahkan sang ibu telah berkoordinasi dengan petugas di sejumlah stasiun, seperti Parung Panjang, Tanah Abang, dan Buaran, guna memastikan keselamatan anaknya selama perjalanan.
Meski mendapat perhatian publik dan simpati luas, pihak sekolah sempat menyarankan perpindahan sekolah demi keamanan dan kenyamanan Hafitar. Namun, sang bocah menolak. βDia nggak mau pindah sekolah. Katanya gurunya baik-baik, teman-temannya juga. Ibunya juga nyaman dengan lingkungan orang tua murid di sini,β tutur Farida.
Seiring viralnya kisah Hafitar, kepedulian dari para guru dan orang tua murid mulai berdatangan. Beberapa bahkan menawarkan tempat tinggal sementara agar Hafitar tidak lagi harus menempuh perjalanan jauh setiap hari. Awalnya, tawaran itu ditolak. Namun setelah melalui diskusi panjang, sang ibu akhirnya mengizinkan.
“Setelah viral, kami ambil inisiatif merawat Hafitar bersama. Hari Minggu kemarin dia akhirnya bersedia tinggal di rumah salah satu teman sekolahnya,” ungkap Farida. Ia menambahkan, kini Hafitar tinggal lebih dekat dengan sekolah dan setiap hari diantar-jemput oleh keluarga temannya.
Kisah Hafitar menjadi cermin perjuangan anak dalam menggapai pendidikan, sekaligus menunjukkan peran penting empati dan gotong royong di lingkungan sekolah serta masyarakat. []
Siti Sholehah.
