Bovistar Dorong Ekosistem Peternakan Lokal di Kukar
KUTAI KARTANEGARA – Menjelang Hari Raya Iduladha, ketersediaan sapi kurban berkualitas menjadi kebutuhan penting bagi masyarakat. Di Kabupaten Kutai Kartanegara, Peternakan Sapi Bovistar yang berlokasi di Desa Jembayan Tengah, Kecamatan Loa Kulu, hadir sebagai salah satu penyedia sapi kurban sekaligus sapi bakalan atau bibit unggul yang terus berupaya memperkuat eksistensinya di sektor peternakan lokal.
Mulai aktif beroperasi sejak 2023, Bovistar menawarkan beragam jenis sapi pilihan, mulai dari sapi Bali, Limousin, Angus, Simental, hingga berbagai jenis sapi persilangan unggul. Keberagaman tersebut memberi alternatif bagi masyarakat, baik untuk kebutuhan ibadah kurban maupun pengembangan usaha peternakan.
Pemilik Peternakan Bovistar, Gery Andesitian, menuturkan bahwa keunggulan utama Bovistar tidak hanya terletak pada kualitas fisik sapi, tetapi juga pada konsep pengelolaan peternakan yang mengedepankan kenyamanan lingkungan secara menyeluruh.
“Keunggulan kami ada pada kenyamanan, baik bagi pengunjung yang datang melihat langsung sapi, bagi ternak itu sendiri, maupun bagi para pekerja. Lingkungan yang nyaman akan berdampak pada kesehatan dan kualitas sapi,” ujarnya, Senin (29/12/2025).
Menurut Gery, momen Iduladha masih menjadi periode dengan tingkat permintaan tertinggi setiap tahunnya. Pada tahun ini, sapi Bali menjadi jenis yang paling banyak diminati konsumen. Karakter sapi Bali yang adaptif, perawatan yang relatif mudah, serta harga yang masih terjangkau dinilai menjadi faktor utama tingginya minat masyarakat.
Meski demikian, ia mengakui bahwa daya beli masyarakat sangat memengaruhi pasar sapi kurban. Kondisi ekonomi menjadi penentu jenis dan jumlah sapi yang dipilih konsumen setiap tahunnya.
Di luar aspek bisnis, keberadaan Peternakan Bovistar juga diharapkan mampu memberi dampak positif bagi perekonomian masyarakat sekitar. Salah satu upaya yang dilakukan adalah membuka peluang penyerapan tenaga kerja lokal. Namun, harapan tersebut masih dihadapkan pada tantangan rendahnya minat masyarakat untuk bekerja di sektor peternakan.
“Dari awal saya sudah minta bantuan ketua RT. Kalau ada warga yang mau ikut berkontribusi, bisa langsung ke kandang. Tapi sampai sekarang belum ada yang berminat,” ujar Gery.
Ia menjelaskan, mayoritas warga usia produktif di Jembayan Tengah dan sekitarnya lebih memilih bekerja di perusahaan, yang dinilai menawarkan penghasilan tetap serta jenjang karier yang lebih jelas dibandingkan sektor peternakan. Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri bagi Bovistar dalam upaya memberdayakan tenaga kerja lokal.
Tak hanya soal tenaga kerja, pola kemitraan dengan peternak lokal juga masih terbatas. Hingga kini, jumlah peternak di sekitar lokasi yang bermitra dengan Bovistar belum banyak, seiring dengan masih minimnya populasi ternak masyarakat setempat. “Pola kemitraan belum terlalu banyak, karena memang ternak di sekitar sini juga belum berkembang signifikan,” katanya.
Meski begitu, Bovistar tetap membuka peluang kerja sama dengan masyarakat maupun pelaku usaha lokal, baik dalam pengadaan pakan, perawatan ternak, hingga pengembangan usaha peternakan ke depan. Langkah ini diharapkan dapat menjadi pemicu tumbuhnya minat masyarakat terhadap sektor peternakan sebagai bagian dari penguatan ekonomi lokal.
Sebagai usaha yang relatif baru, Bovistar juga menghadapi tantangan dalam memperluas pasar dan membangun kepercayaan konsumen. Gery mengungkapkan bahwa keterbatasan pasar masih menjadi kendala utama sejak peternakan tersebut mulai beroperasi.
“Karena masih baru, market kami memang belum terlalu besar. Saat ini kami masih fokus membangun branding agar Bovistar lebih dikenal,” ujar Gery.
Menurutnya, membangun branding di sektor peternakan membutuhkan waktu dan konsistensi, karena pasar sapi baik untuk kurban maupun bibit sangat bergantung pada reputasi dan rekomendasi dari konsumen sebelumnya.
Selain itu, kenaikan biaya produksi juga menjadi tantangan lain. Harga pakan, perawatan ternak, serta kebutuhan operasional terus mengalami penyesuaian. Kondisi ini menuntut pengelolaan usaha yang lebih efisien tanpa mengorbankan kualitas ternak.
Untuk menyiasati hal tersebut, Bovistar menerapkan strategi efisiensi dengan menyediakan pakan tidak hanya untuk kebutuhan internal, tetapi juga bagi peternak lain di sekitar wilayah Loa Kulu.
“Kalau dari sisi efisiensi, kami juga menyediakan pakan untuk peternak lain. Jadi tidak hanya untuk kebutuhan internal, tapi bisa saling mendukung,” jelas Gery.
Strategi tersebut diharapkan dapat menekan biaya produksi sekaligus memperluas jaringan usaha Bovistar di sektor peternakan lokal. Dengan membangun ekosistem yang saling mendukung, Bovistar berupaya menciptakan kerja sama yang saling menguntungkan.
Di tengah berbagai tantangan tersebut, Bovistar menegaskan komitmennya untuk tetap menjaga kualitas ternak. Kenyamanan sapi, kebersihan kandang, serta manajemen perawatan menjadi prioritas utama agar kualitas tetap terjaga.
Ke depan, Bovistar berharap upaya peningkatan kualitas, pembangunan branding, serta pendekatan kepada masyarakat dapat memperkuat posisinya di pasar. Dengan konsistensi dan pengelolaan yang berkelanjutan, Bovistar optimistis mampu berkembang dan menjadi salah satu peternakan sapi rujukan di Kabupaten Kutai Kartanegara. []
Penulis: Anggi Triomi | Penyunting: Aulia Setyaningrum
