China Tanggapi Syarat Kim Jong Un untuk Bertemu Trump

BEIJING – Pemerintah China menaruh perhatian besar terhadap pernyataan terbaru Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, yang menyatakan siap bertemu dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, namun dengan syarat pembicaraan tidak menyinggung isu denuklirisasi.
Dalam konferensi pers di Beijing, Senin (22/09/2025), Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, menekankan bahwa stabilitas Semenanjung Korea bukan hanya kepentingan dua negara, melainkan kepentingan bersama semua pihak.
“China memperhatikan perkembangan di Semenanjung Korea. Semenanjung Korea yang damai dan stabil serta penyelesaian politik atas masalah di sana merupakan kepentingan semua pihak,” ujarnya.
Pernyataan Kim Jong Un disampaikan sehari sebelumnya dalam sidang Majelis Rakyat Tertinggi, Minggu (21/09/2025). Ia menyebut Pyongyang membuka diri untuk kembali berdialog dengan Washington selama isu denuklirisasi tidak dijadikan agenda utama. Kim juga menambahkan bahwa dirinya memiliki kenangan menyenangkan dengan Trump, menandakan hubungan personal di antara keduanya belum sepenuhnya retak.
Kantor Berita Pusat Korea (KCNA) mengutip Kim yang mengatakan tidak ada alasan bagi Korea Utara dan Amerika Serikat untuk menghindari dialog apabila keduanya benar-benar ingin hidup berdampingan secara damai. Namun, ia menegaskan bahwa negaranya tidak akan pernah meninggalkan senjata nuklir.
“Kami tidak akan pernah meletakkan senjata nuklir kami. Dunia tahu betul apa yang dilakukan AS setelah memaksa pihak lain meninggalkan program nuklirnya,” kata Kim.
China menilai pernyataan tersebut sebagai sinyal penting bahwa jalur diplomasi masih terbuka, meski tantangan besar tetap ada. Guo Jiakun menyampaikan harapan agar semua pihak mampu menghadapi akar persoalan yang sebenarnya. “Kami berharap semua pihak tetap berkomitmen pada perdamaian dan stabilitas regional,” ujarnya.
Bagi Beijing, keberlanjutan dialog menjadi kunci agar situasi tidak kembali memanas. Posisi China sebagai tetangga sekaligus sekutu dekat Korea Utara membuat pernyataannya dipandang sebagai upaya mendorong de-eskalasi di kawasan.
Ini adalah pertama kalinya Kim berbicara langsung mengenai hubungannya dengan Trump sejak presiden AS itu memulai masa jabatan keduanya pada Januari 2025. Trump sendiri telah memberi sinyal kesediaan untuk bertemu Kim dalam waktu dekat, menimbulkan harapan baru sekaligus pertanyaan apakah keduanya bisa melampaui kebuntuan yang terjadi pada periode pertama kepemimpinan Trump.
Kim dan Trump pernah bertemu tiga kali, namun seluruh pertemuan itu gagal menghentikan ambisi nuklir Korea Utara. Sejak saat itu, Pyongyang lebih banyak menutup pintu dialog dengan Washington dan mempererat hubungan dengan Rusia, termasuk mendukung Moskow dalam perang di Ukraina.
Pada Juli lalu, adik Kim Jong Un, Kim Yo Jong, menegaskan bahwa Amerika Serikat harus mengakui Korea Utara sebagai negara bersenjata nuklir bila ingin melanjutkan hubungan bilateral. Sikap itu menandakan Pyongyang tetap teguh mempertahankan program senjatanya meski membuka ruang komunikasi. []
Diyan Febriana Citra.