Cuaca Ekstrem dan Usia Tua, Jembatan Lebak Ambruk
LEBAK – Kondisi infrastruktur di wilayah pedesaan kembali menjadi sorotan setelah jembatan penghubung antar-kampung di Desa Sangiangtanjung, Kecamatan Kalanganyar, Kabupaten Lebak, Banten, ambruk pada Sabtu (22/11/2025) sekitar pukul 15.00 WIB. Jembatan yang berperan sebagai akses vital warga menuju lima kampung tersebut runtuh akibat kombinasi cuaca ekstrem dan kerusakan struktur yang telah berlangsung lama.
Seorang warga setempat, Yayat, menjelaskan bahwa hujan deras mengguyur wilayah itu sejak siang hari. “Jembatan ini roboh sekitar Pukul 15.00 WIB sore. Dari pukul 13.00 WIB hujan besar terus, tanah juga labil,” katanya, Selasa (25/11/2025). Menurutnya, jembatan itu tidak hanya digunakan untuk aktivitas harian warga, tetapi juga menjadi jalur utama distribusi ekonomi masyarakat.
“Ini akses utama masyarakat. Kalau jembatan ini putus, habis semua kegiatan,” ungkapnya. Ia menambahkan bahwa warga kini terpaksa menggunakan jalan alternatif yang jaraknya lebih jauh dan dalam kondisi rusak. Hal ini berdampak pada aktivitas pekerjaan, pendidikan, hingga pelayanan kesehatan.
Dalam situasi seperti ini, warga berharap pemerintah segera turun tangan untuk menyelesaikan persoalan tersebut. “Sekarang semua terganggu, jalan alternatif jauh dan rusak,” ujarnya, menekankan urgensi penanganan.
Menanggapi kejadian itu, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lebak, Febby Rizki Pratama, memastikan bahwa pihaknya telah melakukan peninjauan langsung ke lokasi jembatan yang ambruk. “Jembatan longsor pada Sabtu kemarin saat hujan deras, luapan air merusak material jembatan yang memang sudah bermasalah sejak 2023,” katanya.
Ia menyebut bahwa usia konstruksi yang sudah tua memperburuk kondisi jembatan, ditambah intensitas hujan dan angin kencang yang mempercepat keruntuhannya. Meski demikian, Febby menegaskan bahwa pemerintah daerah berkomitmen melakukan perbaikan secepatnya. “Pekerjaan memungkinkan dilakukan tahun ini, tetapi jika tidak memungkinkan, perbaikan akan dilaksanakan pada 2026. Jembatan ini sangat krusial untuk aktivitas masyarakat,” ujarnya.
Peristiwa ini kembali mengungkit persoalan klasik tentang minimnya pemeliharaan infrastruktur di wilayah pedesaan. Banyak jembatan penunjang aktivitas warga yang dibiarkan tanpa perawatan berkala, sehingga rentan rusak, apalagi di tengah meningkatnya cuaca ekstrem akibat perubahan iklim.
Warga berharap agar perbaikan tidak sekadar menjadi janji, melainkan segera direalisasikan mengingat dampaknya telah mengganggu roda perekonomian dan sosial. Pemerintah daerah pun didorong untuk menjadikan rehabilitasi infrastruktur desa sebagai prioritas, bukan hanya sebagai respons ketika terjadi kerusakan. []
Siti Sholehah.
