Curi Motor dan HP Pacar, Pria Ini Kabur saat Kekasih Tidur

JAKARTA — Seorang pria berinisial RA (25) harus berurusan dengan pihak kepolisian setelah nekat mencuri motor dan ponsel milik kekasihnya sendiri. Aksi pencurian itu dilakukan saat sang pacar sedang tertidur lelap di sebuah hotel kawasan Pondok Labu, Cilandak, Jakarta Selatan.

Kanit Resmob Polres Metro Jakarta Selatan, AKP Bima Sakti, mengatakan bahwa pelaku berhasil diamankan oleh Unit 5 Resmob. “Unit 5 Resmob berhasil mengamankan pelaku pencurian dengan pemberatan dan atau penipuan,” ujarnya, dikutip dari Antara, Sabtu (25/10/2025).

Menurut hasil penyelidikan, korban dan pelaku diketahui telah menjalin hubungan asmara selama satu tahun. Mereka sempat bekerja di tempat yang sama sebelum akhirnya pelaku berhenti dan menjadi pengangguran. Hubungan yang awalnya harmonis berubah menjadi mimpi buruk bagi korban ketika RA memanfaatkan kepercayaan kekasihnya untuk melancarkan aksi kriminal.

Peristiwa pencurian terjadi pada Rabu (03/09/2025). Saat itu, pelaku melihat kesempatan ketika korban tertidur sekitar pukul 04.00 WIB. Tanpa rasa iba, RA membawa kabur motor dan ponsel milik korban, meninggalkan kekasihnya sendirian di kamar hotel.

“Pelaku melihat kesempatan ketika korban tertidur. Ia mengambil ponsel dan motor korban lalu melarikan diri,” jelas Bima.

Setelah kabur, pelaku menjual hasil curiannya melalui media sosial Facebook dan mendapatkan uang sekitar Rp 5 juta. Uang tersebut digunakan untuk kabur ke Yogyakarta dan tinggal di sana selama satu minggu. Namun, setelah kehabisan uang dan gagal memperoleh pekerjaan, RA kembali ke Jakarta.

Bukannya menyerahkan diri, RA justru menipu korban kembali dengan berpura-pura akan mengembalikan motor yang dicurinya. Ia meminta uang tebusan sebesar Rp 1,5 juta dengan janji mengembalikan kendaraan tersebut, namun setelah korban mentransfer uang, motor tak pernah dikembalikan.

“Pelaku sempat menghubungi korban untuk meminta uang tebusan. Namun setelah uang dikirim, barang tidak dikembalikan,” terang Bima.

Petugas akhirnya menangkap pelaku di kawasan Cengkareng, Jakarta Barat, pada Rabu (15/10/2025). Dari tangan pelaku, polisi menyita sejumlah barang bukti berupa satu ponsel, kartu ATM, kartu identitas, bukti transaksi penjualan, serta uang tunai Rp 132 ribu sisa hasil kejahatan.

“Jangan terlalu mudah memberikan kepercayaan, apalagi sampai memberikan hati kepada orang yang salah,” pesan Bima, mengingatkan masyarakat agar lebih berhati-hati dalam menjalin hubungan.

Atas perbuatannya, RA dijerat dengan Pasal 363 KUHP tentang pencurian dengan pemberatan dan Pasal 378 KUHP tentang penipuan. Ancaman hukuman bagi pelaku mencapai lebih dari lima tahun penjara. []

Siti Sholehah.

WELLINGTON — Kasus medis tak biasa terjadi di Selandia Baru setelah seorang remaja laki-laki berusia 13 tahun menelan hingga 100 magnet kecil berkekuatan tinggi yang dibelinya melalui platform belanja daring Temu. Aksi berbahaya tersebut berujung pada operasi besar setelah magnet-magnet itu menyebabkan kerusakan serius pada organ dalam tubuhnya. Remaja itu semula dibawa ke Rumah Sakit Tauranga, Pulau Utara, karena mengalami nyeri perut selama empat hari. Setelah dilakukan pemeriksaan medis, dokter menemukan adanya kumpulan magnet di dalam usus. “Dia mengungkapkan telah menelan sekitar 80–100 magnet berkekuatan tinggi (neodymium) berukuran 5×2 milimeter sekitar satu minggu sebelumnya,” tulis laporan di New Zealand Medical Journal, Jumat (24/10/2025). Magnet neodymium tersebut sejatinya sudah dilarang beredar di Selandia Baru sejak 2013 karena risiko keselamatan yang tinggi, terutama bagi anak-anak. Namun, laporan mengungkapkan bahwa remaja ini masih bisa membelinya secara daring melalui Temu, salah satu platform e-commerce asal Tiongkok yang tengah populer secara global. Hasil sinar-X memperlihatkan magnet-magnet itu menggumpal membentuk empat garis lurus di dalam perut sang remaja. “Ini tampaknya berada di bagian usus yang terpisah namun saling menempel akibat gaya magnet,” ujar pihak medis. Kondisi itu menyebabkan nekrosis, atau kematian jaringan, di empat area usus halus dan sekum, bagian dari usus besar. Tim dokter bedah kemudian melakukan operasi pengangkatan jaringan mati sekaligus mengeluarkan seluruh magnet dari tubuh pasien. Setelah menjalani perawatan intensif selama delapan hari, remaja tersebut akhirnya diperbolehkan pulang. Dalam laporan medisnya, dokter Binura Lekamalage, Lucinda Duncan-Were, dan Nicola Davis menulis bahwa kasus ini menjadi pengingat bahaya besar yang bisa timbul dari akses bebas anak-anak terhadap produk berisiko di pasar online. “Kasus ini tidak hanya menyoroti bahaya konsumsi magnet, tetapi juga bahaya pasar daring bagi populasi anak-anak kita,” tulis mereka. Selain itu, para ahli juga memperingatkan kemungkinan komplikasi jangka panjang akibat insiden ini, termasuk sumbatan usus, hernia perut, serta nyeri kronis yang dapat muncul di kemudian hari. Menanggapi laporan tersebut, pihak Temu menyampaikan penyesalan dan berjanji akan menyelidiki kasus ini secara menyeluruh. “Kami telah meluncurkan tinjauan internal dan menghubungi penulis artikel New Zealand Medical Journal untuk mendapatkan informasi lebih lanjut,” ujar juru bicara Temu dalam pernyataan resminya. Namun, Temu menyebut belum dapat memastikan apakah magnet yang digunakan anak tersebut benar-benar dibeli melalui platform mereka. “Meskipun demikian, tim kami sedang meninjau daftar produk yang relevan untuk memastikan kepatuhan penuh terhadap peraturan keselamatan setempat,” tambahnya. Temu, yang merupakan raksasa e-commerce asal Tiongkok, beberapa kali dikritik di pasar internasional, termasuk di Uni Eropa, karena dinilai belum cukup tegas dalam menyaring produk berbahaya atau ilegal yang beredar di platformnya. Kasus ini menegaskan pentingnya pengawasan orang tua terhadap aktivitas belanja dan penggunaan internet oleh anak-anak, sekaligus menjadi peringatan bahwa satu klik di dunia digital bisa berujung pada konsekuensi serius di dunia nyata.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Berita Lainnya

WELLINGTON — Kasus medis tak biasa terjadi di Selandia Baru setelah seorang remaja laki-laki berusia 13 tahun menelan hingga 100 magnet kecil berkekuatan tinggi yang dibelinya melalui platform belanja daring Temu. Aksi berbahaya tersebut berujung pada operasi besar setelah magnet-magnet itu menyebabkan kerusakan serius pada organ dalam tubuhnya. Remaja itu semula dibawa ke Rumah Sakit Tauranga, Pulau Utara, karena mengalami nyeri perut selama empat hari. Setelah dilakukan pemeriksaan medis, dokter menemukan adanya kumpulan magnet di dalam usus. “Dia mengungkapkan telah menelan sekitar 80–100 magnet berkekuatan tinggi (neodymium) berukuran 5×2 milimeter sekitar satu minggu sebelumnya,” tulis laporan di New Zealand Medical Journal, Jumat (24/10/2025). Magnet neodymium tersebut sejatinya sudah dilarang beredar di Selandia Baru sejak 2013 karena risiko keselamatan yang tinggi, terutama bagi anak-anak. Namun, laporan mengungkapkan bahwa remaja ini masih bisa membelinya secara daring melalui Temu, salah satu platform e-commerce asal Tiongkok yang tengah populer secara global. Hasil sinar-X memperlihatkan magnet-magnet itu menggumpal membentuk empat garis lurus di dalam perut sang remaja. “Ini tampaknya berada di bagian usus yang terpisah namun saling menempel akibat gaya magnet,” ujar pihak medis. Kondisi itu menyebabkan nekrosis, atau kematian jaringan, di empat area usus halus dan sekum, bagian dari usus besar. Tim dokter bedah kemudian melakukan operasi pengangkatan jaringan mati sekaligus mengeluarkan seluruh magnet dari tubuh pasien. Setelah menjalani perawatan intensif selama delapan hari, remaja tersebut akhirnya diperbolehkan pulang. Dalam laporan medisnya, dokter Binura Lekamalage, Lucinda Duncan-Were, dan Nicola Davis menulis bahwa kasus ini menjadi pengingat bahaya besar yang bisa timbul dari akses bebas anak-anak terhadap produk berisiko di pasar online. “Kasus ini tidak hanya menyoroti bahaya konsumsi magnet, tetapi juga bahaya pasar daring bagi populasi anak-anak kita,” tulis mereka. Selain itu, para ahli juga memperingatkan kemungkinan komplikasi jangka panjang akibat insiden ini, termasuk sumbatan usus, hernia perut, serta nyeri kronis yang dapat muncul di kemudian hari. Menanggapi laporan tersebut, pihak Temu menyampaikan penyesalan dan berjanji akan menyelidiki kasus ini secara menyeluruh. “Kami telah meluncurkan tinjauan internal dan menghubungi penulis artikel New Zealand Medical Journal untuk mendapatkan informasi lebih lanjut,” ujar juru bicara Temu dalam pernyataan resminya. Namun, Temu menyebut belum dapat memastikan apakah magnet yang digunakan anak tersebut benar-benar dibeli melalui platform mereka. “Meskipun demikian, tim kami sedang meninjau daftar produk yang relevan untuk memastikan kepatuhan penuh terhadap peraturan keselamatan setempat,” tambahnya. Temu, yang merupakan raksasa e-commerce asal Tiongkok, beberapa kali dikritik di pasar internasional, termasuk di Uni Eropa, karena dinilai belum cukup tegas dalam menyaring produk berbahaya atau ilegal yang beredar di platformnya. Kasus ini menegaskan pentingnya pengawasan orang tua terhadap aktivitas belanja dan penggunaan internet oleh anak-anak, sekaligus menjadi peringatan bahwa satu klik di dunia digital bisa berujung pada konsekuensi serius di dunia nyata.