Demo Pati Tetap Jalan, Warga Kini Desak Bupati Mundur

PATI – Gelombang protes terhadap Bupati Pati, Sudewo, terus berlanjut meskipun kebijakan kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang sempat naik hingga 250 persen telah resmi dibatalkan.
Penarikan kembali kebijakan tersebut tidak serta-merta meredam rencana aksi unjuk rasa besar pada Rabu (13/8/2025).
Sudewo, yang mulai menjabat pada Februari 2025, sebelumnya mendapat kritik tajam atas kebijakan penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
Penolakan masyarakat yang meluas mendorong pembentukan berbagai aliansi, salah satunya Aliansi Masyarakat Pati Bersatu.
Koordinator Penggalangan Donasi Aliansi, Teguh Istiyanto, menegaskan aksi tetap digelar.
“Kami tidak mengubah tuntutan. Yang kami persoalkan sejak awal memang bukan cuma PBB. Hanya saja, dalam pembentukan Aliansi, isu utama yang kami angkat memang PBB. Karena memang itulah yang menyatukan kami. Korbannya semua warga Pati, menyeluruh,” ujarnya.
Teguh menyebut, unjuk rasa kali ini merupakan jawaban atas pernyataan Sudewo yang pernah menantang 50.000 warga untuk turun ke jalan.
Kini, fokus tuntutan mereka mengarah pada desakan agar Sudewo mundur dari jabatannya.
Polda Jawa Tengah memastikan pengamanan dilakukan secara ketat. Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Artanto, mengatakan pihaknya mengerahkan personel tambahan dari sejumlah polres sekitar. Selain itu, Polresta Pati juga mengerahkan 2.684 personel gabungan.
Di sisi lain, ratusan mantan pegawai honorer RSUD RAA Soewondo Pati memanfaatkan momentum aksi untuk menyuarakan keluhan mereka.
Ruha, salah satu eks pegawai, mengaku kecewa karena diberhentikan tanpa pesangon setelah mengabdi selama 20 tahun.
“Saya sudah 20 tahun mengabdi di RSUD Soewondo Pati, tapi saya dikeluarkan dengan surat pemberhentian kerja, tanpa ada pesangon, tanpa ada pengalihan tempat kerja, tanpa ada penghargaan, tanpa apa pun,” kata Ruha.
Ia menyebut, 220 pegawai honorer dinyatakan tidak lolos seleksi pegawai tetap pada April 2025.
Ruha menuding proses seleksi tidak transparan dan sarat kecurangan, bahkan ada peserta yang kedapatan menyontek namun tetap lolos.
Gelombang tuntutan yang awalnya berawal dari persoalan PBB kini melebar menjadi desakan pengunduran diri Bupati, menguatkan bahwa keresahan warga Pati belum mereda. []
Nur Quratul Nabila A