Dibayangi Blokade AS, Maduro Balas Keras Ancaman Trump

JAKARTA – Ketegangan hubungan antara Venezuela dan Amerika Serikat kembali memanas setelah Presiden Venezuela Nicolas Maduro melontarkan kritik tajam terhadap Presiden AS Donald Trump. Pernyataan keras itu disampaikan Maduro menyusul keputusan Washington yang memerintahkan angkatan lautnya melakukan blokade terhadap kapal-kapal minyak Venezuela, langkah yang dinilai Caracas sebagai ancaman serius terhadap kedaulatan negara.

Dalam pidato yang disiarkan melalui televisi publik, Maduro menilai sikap Trump mencerminkan campur tangan berlebihan dalam urusan internal negara lain. Ia menyarankan agar Presiden AS tersebut lebih memusatkan perhatian pada persoalan domestik di negaranya sendiri, ketimbang terus mengintimidasi Venezuela di panggung internasional.

“Presiden Trump akan lebih baik berada di negaranya dan di dunia. Dia akan lebih baik di negaranya sendiri dalam menangani masalah ekonomi dan sosial, dan dia akan lebih baik di dunia jika dia mengurusi urusan negaranya sendiri,” ujar Maduro, dilansir kantor berita AFP, Selasa (23/12/2025).

Pernyataan itu menjadi respons langsung atas komentar Trump sehari sebelumnya. Pada Senin (22/12/2025), Trump menyebut akan “bijaksana” jika Maduro memilih mundur dari jabatannya setelah memimpin Venezuela selama lebih dari satu dekade. Ucapan tersebut memicu reaksi keras dari Caracas, yang menilai pernyataan itu sebagai bentuk tekanan politik terbuka.

Ketika ditanya wartawan di kediamannya di Florida mengenai maksud pernyataannya, Trump menegaskan bahwa keputusan tetap berada di tangan Maduro. “Itu terserah dia, apa yang ingin dia lakukan. Saya pikir akan bijaksana baginya untuk melakukan itu.”

Namun, Trump juga menyampaikan peringatan bernada ancaman jika Maduro tetap bersikap keras. “Jika dia ingin melakukan sesuatu — jika dia bersikap keras, itu akan menjadi terakhir kalinya dia bisa bersikap keras.”

Dalam beberapa bulan terakhir, eskalasi militer AS di kawasan Karibia dan Pasifik timur turut memperburuk situasi. Sejak September, pasukan AS dilaporkan melakukan serangan terhadap kapal-kapal yang dituding terlibat dalam penyelundupan narkoba. Operasi tersebut, menurut berbagai laporan, telah menelan korban jiwa lebih dari 100 orang, termasuk nelayan sipil.

Ketegangan semakin meningkat setelah Trump pada 16 Desember mengumumkan blokade terhadap kapal-kapal minyak Venezuela yang masuk dalam daftar sanksi AS. Pemerintah AS menuding pemerintah Maduro menggunakan pendapatan minyak untuk mendanai aktivitas ilegal lintas negara, mulai dari perdagangan narkoba hingga penculikan.

Trump juga melontarkan pernyataan kontroversial dengan menuduh Venezuela telah mengambil “semua minyak kami”, yang merujuk pada kebijakan nasionalisasi sektor perminyakan Venezuela. “Kami menginginkannya kembali,” ujar Trump kala itu.

Pemerintah Venezuela membantah keras seluruh tudingan tersebut. Caracas menilai langkah AS sebagai upaya sistematis untuk menggulingkan pemerintahan yang sah melalui tekanan ekonomi dan militer. Bahkan, pemerintah Maduro menyebut blokade minyak itu sebagai bentuk “pembajakan internasional” yang melanggar hukum global.

Situasi ini memperlihatkan kembali rapuhnya stabilitas hubungan AS–Venezuela, sekaligus menegaskan bahwa konflik antara kedua negara bukan sekadar soal ekonomi, melainkan pertarungan pengaruh dan kedaulatan di kawasan Amerika Latin. []

Siti Sholehah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *