Digitalisasi Bantuan Pendidikan: Strategi Baru Pemprov Kaltim

ADVERTORIAL – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) terus mengupayakan agar pelaksanaan program bantuan pendidikan gratis berjalan efektif dan tepat sasaran. Di tengah berbagai tantangan teknis yang dihadapi, terutama ketidaksesuaian antara kalender akademik dan kalender anggaran daerah, pemerintah mengambil sejumlah langkah strategis guna memastikan program ini dapat memberi manfaat optimal bagi mahasiswa.
Pentingnya sinkronisasi jadwal menjadi salah satu sorotan utama dalam kebijakan ini. Kalender akademik perguruan tinggi yang dimulai di tengah tahun dinilai tidak sejalan dengan sistem penganggaran daerah yang berbasis tahun fiskal. Imbasnya, proses pengalokasian anggaran bantuan pendidikan pun harus disesuaikan agar tidak mengganggu keberlangsungan studi para penerima bantuan.
“Tentu saja, kita menghadapi perbedaan kalender antara kalender akademik kampus dan kalender anggaran daerah. Karena itu, untuk tahun ini, seluruh anggaran pendidikan sebesar Rp750 miliar dimasukkan dalam APBD Perubahan. Total pastinya saya tidak hafal, tetapi kami sudah mendata mahasiswa baru dari 52 perguruan tinggi yang telah menandatangani PKS dengan Pemprov,” jelas Sekretaris Daerah Provinsi Kaltim, Sri Wahyuni, dalam wawancara resmi, Rabu (11/06/2025).
Sri Wahyuni menjelaskan bahwa skema bantuan akan disesuaikan dengan nominal Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang dibebankan kepada mahasiswa, bukan berdasarkan angka maksimum yang mungkin dikenakan oleh institusi. “Kami akan menyesuaikan bantuan pendidikan ini dengan UKT tertinggi. Misalnya, jika UKT tertinggi Rp5 juta dan mahasiswa hanya dikenakan Rp3 juta, maka yang kami bayarkan tetap Rp3 juta. Jadi tidak dipukul rata. Kami tetapkan batas atas sesuai fakultas masing-masing. Kalau ada mahasiswa yang UKT-nya di atas batas, maka kelebihannya ditanggung sendiri,” terangnya.
Untuk menjamin akuntabilitas dan menghindari penyelewengan, Pemprov tidak menyalurkan dana secara langsung kepada mahasiswa. Dana disalurkan melalui institusi pendidikan yang bekerja sama dalam perjanjian kerjasama (PKS) dengan pemerintah daerah.
“Pembayaran juga akan dilakukan langsung ke pihak kampus, bukan ke perorangan. Hal ini sesuai dengan evaluasi dari BPKU dan kesepakatan bersama Kemendagri. Kampus bertanggung jawab untuk memantau perkembangan mahasiswa penerima bantuan ini. Kami juga akan membentuk tim khusus untuk menangani program pendidikan gratis, yang terdiri dari unsur tim transisi dan perwakilan Pemprov,” ujarnya.
Sebagai tindak lanjut dari evaluasi Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) sebelumnya, Pemprov juga menyiapkan sistem digital berbasis aplikasi guna menyaring dan memverifikasi data calon penerima bantuan secara lebih akurat. “Dalam LKPJ sebelumnya, pembiayaan beasiswa menjadi salah satu temuan yang dievaluasi, terutama menyangkut program Gratis Pol. Karena itu, ke depan kami akan menerapkan sistem verifikasi berbasis aplikasi. Kampus akan menginput data mahasiswa yang lulus dan layak menerima bantuan,” kata Sri.
Penerapan teknologi ini memungkinkan penyaringan berbasis identitas tunggal menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Dengan sistem ini, data ganda bisa dicegah secara otomatis, memastikan tidak ada individu yang menerima bantuan di lebih dari satu kampus.
“Sistem ini dirancang agar nama yang sama tidak bisa muncul di dua kampus. Setiap mahasiswa akan diverifikasi melalui Nomor Induk Kependudukan (NIK). Jika ada nama yang tercatat di dua kampus, maka sistem akan mendeteksi dan menolaknya secara otomatis. Dengan demikian, akurasi dan transparansi data penerima benar-benar terjamin,” tambahnya. Melalui penataan kebijakan berbasis data dan pendekatan digital, Pemprov Kaltim berharap bantuan pendidikan tidak hanya tersalurkan secara efisien, tetapi juga dapat meningkatkan mutu pendidikan tinggi di daerah serta memberi harapan bagi generasi muda dari kalangan kurang mampu.
Penulis: Putri Aulia Maharani | Penyunting: Enggal Triya Amukti