Dihantam Badai, Kapal Pemancing Hanyut di Perairan Bintan

BINTAN — Sebuah kapal bermuatan sepuluh orang dilaporkan hanyut setelah dihantam badai di sekitar perairan Pulau Telang, Kijang, Kabupaten Bintan, pada Minggu (25/5/2025) dini hari. Seluruh penumpang berhasil diselamatkan oleh tim SAR Tanjungpinang dalam operasi evakuasi yang berlangsung cepat dan sigap.

Kapal tersebut sebelumnya bertolak dari Dermaga Sei Enam, Kecamatan Bintan Timur, pada pukul 02.30 WIB. Di atas kapal terdapat delapan orang pemancing dan dua awak kapal yang berencana memancing di perairan lepas.

Insiden tersebut diketahui pertama kali melalui panggilan darurat dari salah satu penumpang, Deden (30), kepada keluarganya, Indra Suryawan, sekitar pukul 03.26 WIB.

Dalam sambungan singkat tersebut, Deden meminta agar segera menghubungi Kantor SAR Tanjungpinang. Setelah panggilan itu, nomor telepon yang digunakan tak lagi dapat dihubungi.

Kepala Kantor SAR Tanjungpinang, Fazzli, membenarkan bahwa pihaknya menerima informasi dari keluarga korban terkait kapal yang hanyut akibat cuaca buruk.

“Setelah menerima laporan, kami langsung mengerahkan tim penyelamat menggunakan Rigid Bouyancy Boat (RBB) dari Dermaga Dompak, Tanjungpinang, pada pukul 05.45 WIB,” ujarnya.

Sekitar pukul 06.45 WIB, tim SAR berhasil menghubungi salah satu korban dan mendapatkan informasi bahwa seluruh penumpang masih dalam kondisi selamat, terombang-ambing di sekitar perairan Pulau Bunut.

Selanjutnya, tim SAR segera menuju lokasi dan mengevakuasi seluruh korban sekitar pukul 08.25 WIB. Para korban kemudian dibawa kembali ke Dermaga Sei Enam, Kijang, dalam kondisi selamat.

Adapun kesepuluh korban selamat tersebut adalah Asmadi (39), Bimo (26), Dadang (63), Duan (41), Joyo Boyo (53), Dani (59), Deden (30), Beni (24), Hardi (24), dan Yoyon (40).

Fazzli menegaskan pentingnya kewaspadaan dalam melakukan kegiatan di laut, terutama di tengah kondisi cuaca ekstrem yang kerap terjadi di wilayah perairan Kepulauan Riau.

“Kami imbau masyarakat untuk terus memantau informasi cuaca dari BMKG sebelum melakukan aktivitas pelayaran, khususnya kegiatan memancing di laut lepas,” pungkasnya. []

Nur Quratul Nabila A

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Berita Lainnya

WELLINGTON — Kasus medis tak biasa terjadi di Selandia Baru setelah seorang remaja laki-laki berusia 13 tahun menelan hingga 100 magnet kecil berkekuatan tinggi yang dibelinya melalui platform belanja daring Temu. Aksi berbahaya tersebut berujung pada operasi besar setelah magnet-magnet itu menyebabkan kerusakan serius pada organ dalam tubuhnya. Remaja itu semula dibawa ke Rumah Sakit Tauranga, Pulau Utara, karena mengalami nyeri perut selama empat hari. Setelah dilakukan pemeriksaan medis, dokter menemukan adanya kumpulan magnet di dalam usus. “Dia mengungkapkan telah menelan sekitar 80–100 magnet berkekuatan tinggi (neodymium) berukuran 5×2 milimeter sekitar satu minggu sebelumnya,” tulis laporan di New Zealand Medical Journal, Jumat (24/10/2025). Magnet neodymium tersebut sejatinya sudah dilarang beredar di Selandia Baru sejak 2013 karena risiko keselamatan yang tinggi, terutama bagi anak-anak. Namun, laporan mengungkapkan bahwa remaja ini masih bisa membelinya secara daring melalui Temu, salah satu platform e-commerce asal Tiongkok yang tengah populer secara global. Hasil sinar-X memperlihatkan magnet-magnet itu menggumpal membentuk empat garis lurus di dalam perut sang remaja. “Ini tampaknya berada di bagian usus yang terpisah namun saling menempel akibat gaya magnet,” ujar pihak medis. Kondisi itu menyebabkan nekrosis, atau kematian jaringan, di empat area usus halus dan sekum, bagian dari usus besar. Tim dokter bedah kemudian melakukan operasi pengangkatan jaringan mati sekaligus mengeluarkan seluruh magnet dari tubuh pasien. Setelah menjalani perawatan intensif selama delapan hari, remaja tersebut akhirnya diperbolehkan pulang. Dalam laporan medisnya, dokter Binura Lekamalage, Lucinda Duncan-Were, dan Nicola Davis menulis bahwa kasus ini menjadi pengingat bahaya besar yang bisa timbul dari akses bebas anak-anak terhadap produk berisiko di pasar online. “Kasus ini tidak hanya menyoroti bahaya konsumsi magnet, tetapi juga bahaya pasar daring bagi populasi anak-anak kita,” tulis mereka. Selain itu, para ahli juga memperingatkan kemungkinan komplikasi jangka panjang akibat insiden ini, termasuk sumbatan usus, hernia perut, serta nyeri kronis yang dapat muncul di kemudian hari. Menanggapi laporan tersebut, pihak Temu menyampaikan penyesalan dan berjanji akan menyelidiki kasus ini secara menyeluruh. “Kami telah meluncurkan tinjauan internal dan menghubungi penulis artikel New Zealand Medical Journal untuk mendapatkan informasi lebih lanjut,” ujar juru bicara Temu dalam pernyataan resminya. Namun, Temu menyebut belum dapat memastikan apakah magnet yang digunakan anak tersebut benar-benar dibeli melalui platform mereka. “Meskipun demikian, tim kami sedang meninjau daftar produk yang relevan untuk memastikan kepatuhan penuh terhadap peraturan keselamatan setempat,” tambahnya. Temu, yang merupakan raksasa e-commerce asal Tiongkok, beberapa kali dikritik di pasar internasional, termasuk di Uni Eropa, karena dinilai belum cukup tegas dalam menyaring produk berbahaya atau ilegal yang beredar di platformnya. Kasus ini menegaskan pentingnya pengawasan orang tua terhadap aktivitas belanja dan penggunaan internet oleh anak-anak, sekaligus menjadi peringatan bahwa satu klik di dunia digital bisa berujung pada konsekuensi serius di dunia nyata.