Dosen OSO Desak KY Kalbar Berubah Status Jadi Perwakilan

PONTIANAK, PRUDENSI.COM-Dosen Fakultas Hukum Universitas OSO Pontianak, Yudith Evametha Vitranilla mendesak status Penghubung Komisi Yudisial (PKY) menjadi Perwakilan. Alasannya karena wilayah Kalimantan Barat sangat luas dan berbatasan langsung dengan negara luar.
”Saatnya status PKY harus ditingkatkan dari Penghubung menjadi Perwakilan. Sebab wilayah Kalimantan Barat ini sangat luas. Selain itu berbatasan dengan negara luar,” kata Yudith, saat menjadi narasumber Edukasi Publik yang di gelar di Kantor PKY Kalbar, Rabu (6/8).
Selain itu, lanjut Yudith, pentingnya peningkatan status dari Penghubung ke Perwakilan, bagi Komisi Yudisial di Kalbar, agar dapat memberikan peran optimal dalam memberikan pengawasan terhadap hakim. Saat ini status Komisi Yudisial di daerah seluruh Indonesia, masih sebagai penghubung dengan SDM yang terbatas, yaitu 4 orang.
Secara logika, kata Yudith, sangat tidak seimbang dengan hakim yang menjadi objek pengawasan Komisi Yudisial. Belum lagi, lanjut dia, luas wilayah Kalbar yang membentang dari ujung Kabupaten Ketapang sampai Kabupaten Kapuas Hulu. Tentu ini akan sangat menyulitkan petugas PKY dalam memantau gerak-gerik hakim.
Menurut Yudith, Komisi Yudisial memiliki peran strategis dalam menjaga integritas hakim di Indonesia. Lembaga ini dibentuk berdasarkan amanat UUD 1945 Pasal 24B dan diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.
Yudith menjelaskan, KY bertugas mengawasi moralitas dan etika hakim, baik hakim di Mahkamah Agung maupun di peradilan di bawahnya. Pengawasan ini bertujuan untuk memastikan bahwa hakim tidak terlibat dalam korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Kemudian tidak melakukan penyimpangan seperti menerima suap, gratifikasi, atau intervensi dari pihak luar.
Selain itu, kata Yudith, KY juga menerima dan menindaklanjuti laporan. Masyarakat dapat melaporkan dugaan pelanggaran kode etik oleh hakim ke KY. Apabila ada laporan, maka KY harus melakukan verifikasi dan klarifikasi. Selanjutnya jika terbukti, merekomendasikan sanksi kepada Mahkamah Agung.
KY, lanjut Yudith, juga melakukan seleksi salon hakim agung. Peran KY dalam menyeleksi dan menyaring calon hakim agung sebelum diajukan ke DPR sangat penting, agar mendapatkan hakim agung yang memiliki Integritas, Kapasitas intelektual, Independensi, Moralitas dan rekam jejak.
Tak hanya itu, lanjut Yudith, KY juga berwenang menjaga dan mendorong independensi hakim, agar hakim tidak terpengaruh oleh tekanan politik, kekuasaan eksekutif/legislatif, atau intervensi pihak manapun.
Terakhir kata Yudith, KY juga punya tanggujawab dalam memberikan edukasi dan sosialisasi etika Kehakiman. Harapannya agar para hakim dapat terbangun budaya integritas dan meningkatkan akuntabilitas peradilan.
“Komisi Yudisial adalah penjaga moralitas dan etika hakim. Peran utamanya dalam menjaga integritas adalah melalui pengawasan, seleksi, edukasi, serta keterlibatan masyarakat. Tujuannya agar sistem peradilan di Indonesia bersih, independen, dan dapat dipercaya public,” kata Yudith.(**)