DPRD Kaltim Akui Terbatasnya Waktu Hambat Penyaluran Bansos

ADVERTORIAL – Pengalokasian bantuan sosial dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan Tahun 2025 Provinsi Kalimantan Timur dipastikan tidak dapat terlaksana. Ketua Panitia Khusus (Pansus) Perubahan Kamus Usulan Pokok Pikiran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur, Muhammad Samsun, menyampaikan bahwa keputusan tersebut diambil bukan karena mengesampingkan kebutuhan masyarakat, melainkan untuk menyesuaikan dengan ketentuan yang berlaku dan keterbatasan teknis waktu pelaksanaan.

Dalam penjelasannya usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Gedung E lantai 1, kompleks DPRD Kaltim, Senin (14/07/2025), Samsun menyebutkan bahwa sejumlah faktor regulasi menjadi kendala utama tidak masuknya bansos, hibah, dan bantuan keuangan ke dalam APBD Perubahan tahun berjalan.

“Untuk bantuan keuangan, hibah dan bansos tidak dapat diakomodir di APBD Perubahan karena regulasi, tahapannya tidak cukup waktu dalam penyelesaian pembangunan fisik, kemudian Pergub yang menentukan batasan tentang bantuan keuangan juga masih berlaku, belum ditarik,” ujarnya.

Peraturan Gubernur yang dimaksud Samsun mengatur batas minimal nilai kegiatan bantuan, yakni sebesar Rp2,5 miliar. Menurutnya, angka tersebut tidak realistis bila dipaksakan dalam pelaksanaan akhir tahun, mengingat waktu yang tersedia tidak cukup untuk menyelesaikan tahapan verifikasi hingga pelaksanaan fisik program.

“Waktu untuk verifikasi dan sebagainnya dikhawatirkan tidak dapat dilaksanakan dengan baik, mari kita bersepakat untuk tidak mengakomodir bantuan keuangan, bansos dan hibah di APBD Perubahan,” katanya.

Meski begitu, Samsun menegaskan bahwa keinginan untuk mewujudkan bantuan dan menjawab aspirasi publik tetap menjadi perhatian. Komitmen untuk mendengarkan masyarakat, kata dia, tidak surut walaupun harus tertunda dalam penganggaran saat ini.

“Semangat kami ingin membantu masyarakat dan memenuhi kebutuhan, baik dari hasil reses maupun pertemuan DPRD dengan konstituennya, karena terbentur regulasi dan keterbatasan waktu, sehingga kami tidak bisa memaksakan,” tutur politisi dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan tersebut.

Samsun menambahkan bahwa seluruh masukan dan usulan dari masyarakat, baik melalui jalur reses maupun aspirasi langsung ke DPRD, tetap akan ditampung dan dikaji secara matang dalam penyusunan APBD murni tahun anggaran berikutnya.

“Kalau tidak bisa diakomodir di Perubahan, masih ada APBD murni Tahun 2026 yang bisa digunakan sebagai ruang untuk menampung usulan atau aspirasi masyarakat,” tutupnya.

Kebijakan ini dinilai sebagai langkah realistis dalam menjaga akurasi perencanaan dan pelaksanaan anggaran di sisa tahun 2025, sekaligus sebagai bentuk kehati-hatian agar tidak menimbulkan hambatan hukum maupun administratif di kemudian hari.[]

Penulis: Selamet | Penyunting: Aulia Setyaningrum

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Berita Lainnya

WELLINGTON — Kasus medis tak biasa terjadi di Selandia Baru setelah seorang remaja laki-laki berusia 13 tahun menelan hingga 100 magnet kecil berkekuatan tinggi yang dibelinya melalui platform belanja daring Temu. Aksi berbahaya tersebut berujung pada operasi besar setelah magnet-magnet itu menyebabkan kerusakan serius pada organ dalam tubuhnya. Remaja itu semula dibawa ke Rumah Sakit Tauranga, Pulau Utara, karena mengalami nyeri perut selama empat hari. Setelah dilakukan pemeriksaan medis, dokter menemukan adanya kumpulan magnet di dalam usus. “Dia mengungkapkan telah menelan sekitar 80–100 magnet berkekuatan tinggi (neodymium) berukuran 5×2 milimeter sekitar satu minggu sebelumnya,” tulis laporan di New Zealand Medical Journal, Jumat (24/10/2025). Magnet neodymium tersebut sejatinya sudah dilarang beredar di Selandia Baru sejak 2013 karena risiko keselamatan yang tinggi, terutama bagi anak-anak. Namun, laporan mengungkapkan bahwa remaja ini masih bisa membelinya secara daring melalui Temu, salah satu platform e-commerce asal Tiongkok yang tengah populer secara global. Hasil sinar-X memperlihatkan magnet-magnet itu menggumpal membentuk empat garis lurus di dalam perut sang remaja. “Ini tampaknya berada di bagian usus yang terpisah namun saling menempel akibat gaya magnet,” ujar pihak medis. Kondisi itu menyebabkan nekrosis, atau kematian jaringan, di empat area usus halus dan sekum, bagian dari usus besar. Tim dokter bedah kemudian melakukan operasi pengangkatan jaringan mati sekaligus mengeluarkan seluruh magnet dari tubuh pasien. Setelah menjalani perawatan intensif selama delapan hari, remaja tersebut akhirnya diperbolehkan pulang. Dalam laporan medisnya, dokter Binura Lekamalage, Lucinda Duncan-Were, dan Nicola Davis menulis bahwa kasus ini menjadi pengingat bahaya besar yang bisa timbul dari akses bebas anak-anak terhadap produk berisiko di pasar online. “Kasus ini tidak hanya menyoroti bahaya konsumsi magnet, tetapi juga bahaya pasar daring bagi populasi anak-anak kita,” tulis mereka. Selain itu, para ahli juga memperingatkan kemungkinan komplikasi jangka panjang akibat insiden ini, termasuk sumbatan usus, hernia perut, serta nyeri kronis yang dapat muncul di kemudian hari. Menanggapi laporan tersebut, pihak Temu menyampaikan penyesalan dan berjanji akan menyelidiki kasus ini secara menyeluruh. “Kami telah meluncurkan tinjauan internal dan menghubungi penulis artikel New Zealand Medical Journal untuk mendapatkan informasi lebih lanjut,” ujar juru bicara Temu dalam pernyataan resminya. Namun, Temu menyebut belum dapat memastikan apakah magnet yang digunakan anak tersebut benar-benar dibeli melalui platform mereka. “Meskipun demikian, tim kami sedang meninjau daftar produk yang relevan untuk memastikan kepatuhan penuh terhadap peraturan keselamatan setempat,” tambahnya. Temu, yang merupakan raksasa e-commerce asal Tiongkok, beberapa kali dikritik di pasar internasional, termasuk di Uni Eropa, karena dinilai belum cukup tegas dalam menyaring produk berbahaya atau ilegal yang beredar di platformnya. Kasus ini menegaskan pentingnya pengawasan orang tua terhadap aktivitas belanja dan penggunaan internet oleh anak-anak, sekaligus menjadi peringatan bahwa satu klik di dunia digital bisa berujung pada konsekuensi serius di dunia nyata.