DPRD Kaltim Desak Penghapusan Biaya Asrama SMA 10 Samarinda
SAMARINDA – Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur menyoroti kebijakan pungutan biaya asrama di SMA Negeri 10 Samarinda yang dinilai membebani orang tua siswa. Sorotan ini muncul dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama pihak sekolah dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltim di Gedung E Lantai 1 Kantor DPRD Kaltim, Senin (10/11/2025).
Rapat tersebut digelar sebagai respons terhadap keluhan sejumlah wali murid yang mengaku terkejut atas adanya pungutan biaya asrama sebesar Rp2,6 juta per bulan. Padahal, dalam brosur penerimaan peserta didik baru disebutkan bahwa seluruh biaya asrama ditanggung pemerintah provinsi melalui program Gratis Borneo Gemilang (BOL).
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Andi Satya Adi Saputra, menegaskan bahwa DPRD akan mendorong pemerintah provinsi mencari solusi terbaik agar siswa tidak lagi dibebani biaya tambahan. “Kami ingin memastikan janji pemerintah tentang pendidikan gratis benar-benar terealisasi, termasuk bagi siswa yang tinggal di asrama,” ujarnya seusai rapat.
Menurut Andi, dari total biaya Rp2,6 juta per siswa, pemerintah provinsi sebenarnya sudah menanggung Rp1,56 juta melalui mekanisme subsidi. Namun, selisih biaya sebesar lebih dari satu juta rupiah masih menjadi tanggungan orang tua siswa. Kondisi ini dianggap tidak sejalan dengan semangat pemerataan akses pendidikan yang dicanangkan pemerintah.
“Kami paham kondisi fiskal daerah yang terbatas, tapi jangan sampai hal ini menjadi beban bagi masyarakat. Apalagi informasi di awal sudah menyebutkan biaya asrama ditanggung penuh oleh pemerintah,” tegasnya.
Komisi IV DPRD Kaltim, lanjut Andi, meminta Disdikbud segera melakukan evaluasi menyeluruh dan penyusunan formulasi kebijakan baru agar seluruh biaya asrama benar-benar dibiayai pemerintah.
“Kita ingin ada langkah cepat dan konkret. Kalau perlu, dilakukan realokasi anggaran atau mekanisme subsidi tambahan agar tidak ada lagi kesenjangan antara janji dan pelaksanaan di lapangan,” katanya.
Selain soal biaya, Andi juga menyoroti kurangnya transparansi informasi kepada calon siswa dan orang tua dalam proses penerimaan peserta didik baru. Ia menilai kejadian ini menunjukkan lemahnya sistem komunikasi publik di lingkungan sekolah maupun dinas terkait. “Kejadian seperti ini jangan terulang. Semua pihak harus jujur dan terbuka sejak awal agar tidak menimbulkan kesalahpahaman,” tambahnya.
Ia menekankan bahwa DPRD Kaltim memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan seluruh program pendidikan gratis berjalan sebagaimana mestinya, tanpa membeda-bedakan status ekonomi siswa. “Kami tidak ingin ada lagi anak-anak yang kesulitan bersekolah karena faktor biaya. Semangat pendidikan gratis harus diwujudkan, bukan hanya menjadi slogan,” pungkas Andi.
Dengan adanya sorotan dari DPRD, diharapkan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur segera meninjau kembali kebijakan pembiayaan asrama di sekolah-sekolah berasrama, termasuk SMA Negeri 10 Samarinda. Langkah konkret di tingkat kebijakan dinilai penting untuk memastikan keadilan dan akses pendidikan yang merata bagi seluruh pelajar di Bumi Etam. []
Penulis: Rifky Irlika Akbar | Penyunting: Aulia Setyaningrum
