DPRD Kaltim Desak Perbaikan Sistem Pengelolaan Pajak Daerah

SAMARINDA – Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim), Firnadi, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terus terjadi akibat pengelolaan sektor pajak dan retribusi yang belum optimal. Menurutnya, potensi besar PAD yang seharusnya menjadi fondasi pembangunan daerah justru belum dimanfaatkan secara maksimal. “PAD sebenarnya bisa menjadi fondasi utama untuk membiayai pembangunan daerah. Namun kenyataannya, banyak potensi yang hilang karena pengelolaan yang belum serius,” ujar Firnadi saat ditemui pada Rabu (30/7/2025).
Salah satu contoh kebocoran besar, lanjutnya, terjadi di sektor pertambangan. Berdasarkan data Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2024, potensi penerimaan dari pajak alat berat yang hilang mencapai sekitar Rp50 miliar. Nilai tersebut setara dengan anggaran pembangunan 50 kilometer jalan baru. “Rp50 miliar bukan angka yang kecil. Jika dana tersebut bisa masuk, dampaknya sangat terasa terutama untuk pembangunan infrastruktur,” tegasnya.
Tak hanya itu, ia juga menyoroti pendapatan dari pajak bahan bakar minyak (BBM) industri yang berpeluang menjadi sumber PAD signifikan. Namun, rendahnya tingkat kepatuhan perusahaan terhadap ketentuan perpajakan menjadi hambatan utama. “Dengan kepatuhan penuh terhadap pajak BBM, PAD kita bisa melonjak drastis. Tantangannya hanya pada pengawasan dan penegakan aturan,” jelas Firnadi.
Saat ini, kemandirian fiskal Kaltim berada di angka sekitar Rp10 triliun. Padahal, menurut politisi muda itu, potensi sesungguhnya bisa mencapai dua kali lipat jika seluruh kebocoran bisa diatasi dan sistem pengelolaan dilakukan secara profesional. “Kita masih memiliki banyak potensi yang belum tergarap. Diperlukan langkah nyata, bukan sekadar pernyataan,” tandasnya.
Selain pertambangan, sektor kelautan juga disebut sebagai potensi besar yang belum tergarap maksimal. Aktivitas seperti tambat labuh, bongkar muat kapal, dan jasa pelabuhan dinilai belum memberikan kontribusi signifikan bagi PAD karena lemahnya sistem pengelolaan. “Aktivitasnya sudah berjalan, tapi kontribusinya belum signifikan karena sistem pengelolaan yang belum profesional dan digital,” ungkap Firnadi.
Ia mendorong pemerintah daerah segera merumuskan regulasi yang lebih ketat dan memperbaiki sistem pengelolaan berbasis teknologi untuk memaksimalkan seluruh potensi pendapatan. “Kalau serius ingin membangun daerah, potensi PAD harus jadi fokus utama. Jangan sampai pembangunan tertunda hanya karena kebocoran pendapatan,” pungkasnya. []
Penulis: Selamet | Penyunting: Aulia Setyaningrum