DPRD Kaltim Minta Evaluasi Total BUMD Bermasalah

ADVERTORIAL – Persoalan efektivitas kinerja Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Kalimantan Timur kembali menjadi bahan evaluasi dalam rapat paripurna ke-27 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim) yang digelar pada Senin (28/07/2025). Salah satu perhatian utama dalam rapat tersebut adalah rendahnya realisasi pendapatan BUMD pada tahun anggaran 2024, yang hanya mampu menyentuh angka Rp237,69 miliar atau sekitar 91,90 persen dari target yang telah ditetapkan.

Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, Salehuddin, menyampaikan kritiknya atas kondisi tersebut. Ia menilai bahwa seluruh aturan, termasuk perda terkait penyertaan modal dan ketentuan usaha utama bagi Perseroda, sudah tersedia secara jelas. Namun, pelaksanaannya di lapangan masih belum mencerminkan hasil yang diharapkan.

“Disayangkan, beberapa Perseroda ini justru masih menyusu pada APBD provinsi, kabupaten, atau kota. Sehingga core business-nya tidak berjalan dengan baik,” ujarnya kepada wartawan.

Salehuddin juga menyampaikan kekhawatirannya atas manajemen sejumlah BUMD yang dianggap hanya menjalankan usaha secara administratif, tanpa menghasilkan aktivitas ekonomi yang nyata dan berkelanjutan. Ia mencontohkan PT Migas Mandiri Pratama yang kontribusinya terhadap pendapatan daerah masih jauh dari target, hanya mencapai Rp38,37 miliar dari total yang ditargetkan sebesar Rp68,12 miliar.

Menurutnya, pencapaian tersebut turut dipengaruhi oleh belum disalurkannya pembayaran Participating Interest (PI) 10 persen dari PT Pertamina Hulu Mahakam. Hal ini, menurut dia, menggambarkan adanya hambatan teknis maupun manajerial dalam tubuh BUMD yang bersangkutan.

“Regulasi sudah clear, Perda sudah ada untuk setiap penyertaan modal. Core business dan asumsi pendapatan juga sudah jelas. Tapi, proses pelaksanaannya yang bermasalah. Ada dugaan ‘moral hazard’ dari manajemen yang tidak punya SDM cukup dan jiwa entrepreneur yang kurang,” tegasnya.

Ia menyatakan bahwa untuk memperkuat posisi BUMD dalam menopang Pendapatan Asli Daerah (PAD), diperlukan pembenahan serius terhadap sumber daya manusia yang mengelola perusahaan-perusahaan tersebut. Menurutnya, orientasi pengembangan usaha dan inovasi perlu diperluas agar tidak semata-mata bergantung pada penyertaan modal dari pemerintah daerah.

“Dana yang kita sertakan itu diharapkan berkembang, bukan justru neracanya defisit dan selalu rugi,” katanya.

Dalam catatan yang disampaikan, dua perusahaan daerah seperti PT Asuransi Bangun Askrida dan Perusda Kehutanan Sylva Kaltim Sejahtera diketahui tidak memberikan kontribusi apa pun terhadap PAD tahun lalu. Sebaliknya, perusahaan daerah lain seperti PT Bank Pembangunan Daerah Kaltim Kaltara, PT Jamkrida, dan Perusda Pertambangan Baea Kaltim Sejahtera masih menunjukkan performa lebih positif.

DPRD pun melalui Badan Anggaran mendorong pemerintah provinsi untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pengelolaan BUMD. Langkah ini diperlukan untuk mendorong kontribusi nyata perusahaan daerah dalam mendukung kemandirian fiskal provinsi.

“Kami berharap mulai 2026 nanti, ada strategi baru yang dijalankan Pak Gubernur. Konsekuensinya mungkin ada beberapa jajaran manajemen yang memang harus diganti, terutama yang terbukti bermasalah,” tutup Salehuddin. []

Penulis: Selamet | Penyunting: Aulia Setyaningrum

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *