DPRD Kaltim Soroti Skema Hibah Gratispol, Dorong Evaluasi dan Perda

ADVERTORIAL – Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) mencatatkan sejarah sebagai daerah pertama di luar Papua yang menjalankan program bantuan pendidikan tinggi bertajuk Gratispol. Meski merupakan terobosan penting dalam pemerataan akses pendidikan, implementasi program ini diakui masih menghadapi tantangan regulasi dan teknis.
Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltim, Sarkowi V Zahri, menyatakan bahwa keterbatasan kewenangan pemerintah provinsi dalam menangani pendidikan tinggi menjadi salah satu kendala utama. “Pendidikan tinggi itu bukan kewenangan provinsi. Kewenangan kita hanya sampai SMA dan SMK. Jadi kalau kita bantu perguruan tinggi, maka skemanya harus dalam bentuk hibah, bukan pembiayaan penuh. Itulah kenapa nanti dalam Pergub tidak disebut Gratispol secara langsung, tapi disebutnya bantuan pendidikan,” jelasnya saat ditemui di Samarinda, Senin (16/6/2025).
Sebagai hibah, bantuan pendidikan bagi mahasiswa perguruan tinggi swasta di Kaltim tidak bisa diberikan terus-menerus kepada penerima yang sama. Skema hibah mengharuskan distribusi secara bergilir dan berkala. “Makanya nanti setelah program ini berjalan, akan dilakukan evaluasi. Kalau hasilnya positif, akan kita dorong untuk diperkuat lewat Peraturan Daerah (Perda), bukan hanya Pergub. Tapi jalankan dulu sekarang, nanti dievaluasi,” kata legislator dari Dapil Kutai Kartanegara ini.
Saat ini, sebanyak 51 perguruan tinggi di Kaltim telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Pemerintah Provinsi. Data penerima bantuan dikumpulkan oleh masing-masing kampus dan diserahkan ke Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) untuk diproses, karena penyaluran dilakukan melalui skema hibah, bukan lewat Dinas Pendidikan.
Dalam pelaksanaannya, Sarkowi menyebut bahwa kebijakan kampus dalam menyikapi program ini bisa berbeda. Misalnya, Universitas Mulawarman (Unmul) tetap mewajibkan mahasiswa membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) terlebih dahulu untuk mendapatkan Nomor Induk Mahasiswa (NIM), yang kemudian diganti setelah dana hibah cair. Sementara kampus lain memungkinkan mahasiswa untuk menunda pembayaran hingga dana hibah disalurkan. “Semua itu kembali pada otonomi kampus masing-masing. Tapi target pencairan dana tetap Juli–Agustus 2025,” terangnya.
Program Gratispol juga diharapkan memberi dampak jangka panjang terhadap peningkatan kualitas dosen. Salah satu langkahnya adalah dengan memperlonggar batas usia penerima beasiswa S3 dari 40 menjadi 45 tahun. “Kalau mahasiswanya kita gratiskan, maka dosennya juga harus berkualitas. Jangan hanya mahasiswa yang dipikirkan, tapi juga pengajarnya,” tegasnya.
Terkait anggapan bahwa program ini diluncurkan secara tergesa-gesa, Sarkowi meluruskan bahwa skema anggaran sudah disiapkan jauh sebelumnya. “Sebenarnya anggaran 2025 disusun oleh gubernur sebelumnya. Tapi karena ada instruksi presiden dan instruksi gubernur tentang efisiensi, maka anggaran disesuaikan, dan program prioritas kepala daerah Gratispol baru bisa dimasukkan di tengah jalan dengan total anggarannya Rp1,48 triliun hingga APBD 2030,” tutupnya. []
Penulis: Putri Aulia Maharani | Penyunting: Enggal Tria Amukti