DPRD Kaltim Tinjau Longsor Batuah, Warga Tuntut Keadilan

ADVERTORIAL – Komisi III DPRD Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) melakukan peninjauan langsung ke lokasi longsor besar yang terjadi di Kilometer 28, Desa Batuah, Kecamatan Loa Janan, Kabupaten Kutai Kartanegara, pada Senin (24/6/2025). Kunjungan ini merupakan respons atas kekhawatiran warga yang menuding aktivitas pertambangan PT Baramulti Suksessarana (BSSR) sebagai pemicu utama bencana.
Dalam kegiatan tersebut, DPRD menggandeng perwakilan dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kaltim serta unsur Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara. Peninjauan ini merupakan tindak lanjut dari Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar pada 2 Juni 2025, saat warga Batuah menyampaikan keluhan terkait dampak pertambangan di sekitar permukiman mereka.
Warga secara terbuka menuding bahwa lokasi disposal milik PT BSSR telah mengganggu kestabilan lereng, sehingga memicu pergerakan tanah yang berujung pada longsor. Bencana yang terjadi pada akhir Mei lalu ini tidak hanya memutus akses utama warga, tetapi juga menimbulkan trauma sosial yang mendalam. Kejadian serupa disebut telah berulang kali terjadi dalam beberapa tahun terakhir.
“Kami merasa ini bukan sekadar bencana alam. Ada pola yang seharusnya bisa dicegah jika pengawasan dilakukan dengan benar,” ujar Agus, salah satu tokoh masyarakat Batuah.
Wakil Ketua Komisi III DPRD Kaltim, Akhmed Reza Fachlevi, menilai bahwa terdapat ketimpangan antara hasil kajian akademis awal dengan kekhawatiran masyarakat. Laporan sementara dari tim Universitas Mulawarman belum mampu memberikan penjelasan menyeluruh atas penyebab longsor. “Ada ruang abu-abu yang belum terjawab. Karena itu, kami mendesak Kementerian ESDM menurunkan tim inspektur tambang independen untuk melakukan investigasi teknis dan objektif,” tegas Reza.
Dalam kesempatan itu, warga juga menyampaikan tiga tuntutan utama, yaitu pemberian santunan dari perusahaan atas kerugian yang dialami, perubahan status lahan relokasi dari pinjam pakai menjadi hak milik, serta penjelasan ilmiah mengenai penyebab longsor. “Soal kejelasan dan keadilan, kami tidak bisa menunggu proses berlarut. Ini menyangkut hak dasar warga,” lanjut Reza.
Ia juga menyoroti hambatan birokrasi dalam permintaan investigasi, karena kehadiran tim inspektur pusat memerlukan proses perizinan berjenjang di Kementerian ESDM. Prosedur tersebut dinilai memperlambat penanganan. “Koordinasi lintas lembaga memang berat, tapi harus dikejar. Jika terlalu lama, warga akan terus hidup dalam kecemasan dan ketidakpastian,” imbuhnya.
Komisi III DPRD Kaltim menegaskan bahwa penyelesaian persoalan longsor ini tidak boleh berhenti pada wacana. Penanganan harus berpihak pada keselamatan masyarakat dan kelestarian lingkungan. Jika terbukti merupakan bencana alam murni, maka pemerintah wajib menyediakan solusi. Namun, jika terdapat unsur kelalaian manusia atau korporasi, maka akuntabilitas harus ditegakkan. “Ini bukan sekadar soal infrastruktur yang rusak. Ini menyangkut rasa aman warga. Pemerintah dan perusahaan tidak boleh lepas tangan,” tegas Reza.
Sementara itu, Site Manager sekaligus Kepala Teknik Tambang PT BSSR, Donny Nababan, membantah tudingan bahwa aktivitas tambang mereka menjadi penyebab longsor. Menurutnya, area disposal yang dimaksud warga sudah tidak aktif sejak 2024 dan telah direklamasi. “Longsor terjadi di titik 147 meter di atas permukaan laut, sementara disposal kami berada di 134 meter. Secara teknis, air dari disposal tidak mungkin mengalir ke atas,” jelas Donny.
Ia menambahkan bahwa genangan air di lokasi longsor berasal dari curah hujan tinggi, bukan dari aktivitas tambang. Pihak perusahaan, kata Donny, juga tetap menjalankan tanggung jawab sosial melalui program CSR seperti pembagian sembako dan logistik bagi warga terdampak.
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas ESDM Kaltim, Bambang Arwanto, menyatakan bahwa pihaknya siap menjadi penghubung antara pemerintah pusat dan daerah guna mempercepat proses investigasi. “Kami ingin penyelidikan ini objektif. Jika terbukti ada kelalaian, tentu akan ada konsekuensinya sesuai aturan,” singkat Bambang.
Dengan adanya peninjauan dan desakan investigasi lebih lanjut ini, DPRD Kaltim berharap kepastian hukum dan perlindungan lingkungan dapat ditegakkan, serta keadilan bagi masyarakat terdampak segera terwujud. []
Penulis: Nur Quratul Nabila Atika
Penyunting: Enggal Tria Amukti