DPRD Samarinda Usulkan Pembatasan Nikah Siri

SAMARINDA – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda sedang mengkaji rencana pembuatan Peraturan Daerah (Perda) untuk membatasi praktik pernikahan siri. Langkah ini diambil setelah menyadari dampak buruk yang dapat timbul akibat pernikahan yang tidak tercatat secara resmi.
Anggota Komisi IV DPRD Kota Samarinda, Ismail Latisi, menjelaskan bahwa salah satu masalah utama yang muncul akibat pernikahan siri adalah ketidaktercatatan secara sahnya pernikahan tersebut. Hal ini berdampak pada kesulitan dalam pengurusan administrasi kependudukan, seperti pencatatan kelahiran anak. Di samping itu, pernikahan siri berpotensi merugikan pihak wanita.
“Masalah utama yang dapat timbul dari pernikahan siri adalah tidak tercatatnya secara resmi pernikahan itu. Hal ini menyebabkan kesulitan dalam pengurusan administrasi seperti akta kelahiran, serta bisa merugikan pihak perempuan,” kata Ismail Latisi di ruang kerjanya, Jalan Basuki Rahmat, Senin (24/03/2025).
Menurut Ismail, pernikahan siri juga meningkatkan risiko kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) serta penelantaran anak, karena tidak ada ikatan hukum yang jelas dalam pernikahan tersebut. Banyak perempuan dan anak-anak yang menjadi korban, karena mereka tidak mendapatkan perlindungan hukum yang memadai.
Ismail juga menyoroti tingginya angka pernikahan dini yang seringkali terjadi dalam praktik pernikahan siri. Meskipun undang-undang sudah menetapkan batas usia minimal pernikahan pada usia 19 tahun, banyak pasangan yang memilih menikah siri untuk menghindari regulasi tersebut.
“Jika pernikahan siri terus dibiarkan, maka upaya menekan angka pernikahan dini akan semakin sulit. Anak-anak yang lahir dari pernikahan dini juga sangat berpotensi mengalami stunting, karena mereka kekurangan gizi dan perawatan yang optimal,” tegasnya.
Dengan adanya kajian ini, DPRD Kota Samarinda berharap dapat menemukan solusi konkret dalam pengendalian pernikahan siri dan memastikan masyarakat memahami konsekuensi hukum dari praktik tersebut.
“Melalui Perda ini, kami ingin memastikan bahwa semua pernikahan di Samarinda tercatat secara resmi dan memiliki kepastian hukum, serta tidak menimbulkan dampak negatif bagi perempuan dan anak-anak,” pungkas Ismail. []
Penulis: Himawan Yokominarno