DPRD Soroti Akses BBM dan Ikan di Pesisir Kutai Timur

ADVERTORIAL — Fokus pembangunan infrastruktur di Kalimantan Timur mulai bergeser ke wilayah pesisir. Fraksi Demokrat-Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPRD Kaltim menggarisbawahi urgensi pemerataan pembangunan di sektor kelautan dan energi, terutama di Kabupaten Kutai Timur (Kutim), yang dinilai belum banyak tersentuh secara optimal.
Dalam Rapat Paripurna ke-16 DPRD Kaltim yang berlangsung pada Senin (02/06/2025), Fraksi Demokrat-PPP menyampaikan pandangan umum mereka terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029. Lewat juru bicaranya, Nurhadi Saputra, fraksi ini secara spesifik meminta Pemerintah Provinsi Kaltim memberikan perhatian serius terhadap pembangunan pelabuhan pendaratan ikan serta stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di kawasan pesisir Kutim. “Peningkatan kebutuhan ikan di wilayah Sangatta dan sekitarnya menuntut kehadiran pelabuhan pendaratan ikan sebagai pusat distribusi hasil tangkapan nelayan,” kata Nurhadi dalam rapat.
Menurutnya, hingga kini para nelayan di Sangatta dan wilayah sekitarnya masih berjuang dengan keterbatasan fasilitas. Tanpa pelabuhan khusus, proses distribusi hasil tangkapan menjadi tidak efisien, memperpanjang rantai pasok dan menurunkan nilai jual ikan di tangan nelayan. Dampaknya terasa hingga ke konsumen, yang justru menghadapi harga tinggi.
Lebih jauh, Nurhadi menjelaskan bahwa pelabuhan pendaratan ikan tidak hanya berfungsi sebagai titik bongkar muat, tetapi juga dapat berkembang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru. Keberadaannya mampu menyerap tenaga kerja lokal, memperkuat mata rantai industri perikanan, serta mendukung ketahanan pangan daerah.
Fraksi Demokrat-PPP juga menyoroti permasalahan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang selama ini menjadi keluhan warga pesisir. Di wilayah seperti Sangatta dan Sangkulirang, kelangkaan BBM masih menjadi realita yang menyulitkan masyarakat, terutama nelayan. “Warga di Sangatta dan Sangkulirang masih kesulitan mendapatkan BBM. Kami meminta Pemprov Kaltim membangun SPBU untuk mendukung aktivitas nelayan dan masyarakat,” ujar Nurhadi.
Ia menegaskan, akses terhadap BBM yang memadai bukan sekadar persoalan kenyamanan, melainkan menyangkut keberlangsungan ekonomi masyarakat pesisir. Dalam banyak kasus, nelayan terpaksa membeli BBM eceran dengan harga tinggi karena tidak adanya SPBU terdekat, yang pada akhirnya menekan pendapatan mereka.
SPBU yang dikelola secara profesional, menurut Nurhadi, dapat menjadi solusi konkret untuk menstabilkan pasokan BBM, menekan praktik penjualan liar, dan mendorong efisiensi biaya operasional nelayan. Dengan infrastruktur ini, diharapkan produktivitas perikanan bisa meningkat secara signifikan.
Fraksi Demokrat-PPP berharap dua agenda tersebut pelabuhan pendaratan ikan dan SPBU dimasukkan dalam prioritas utama RPJMD 2025–2029. Usulan ini dianggap sejalan dengan upaya diversifikasi ekonomi daerah, yang bertujuan untuk mengurangi ketergantungan Kaltim terhadap sektor pertambangan. “Dua infrastruktur ini adalah fondasi penting bagi ekonomi pesisir yang berkelanjutan. Kami harap ini bisa jadi prioritas nyata, bukan hanya janji di atas kertas,” tutup Nurhadi.
Lebih dari sekadar infrastruktur, dorongan ini mencerminkan arah pembangunan yang lebih inklusif dan merata. Terlebih, dengan posisi Kutai Timur yang berdekatan langsung dengan wilayah Ibu Kota Negara (IKN), penguatan sektor kelautan dan energi di daerah ini akan berkontribusi besar terhadap stabilitas pangan dan energi untuk kawasan yang lebih luas. []
Penulis: Selamet | Penyunting: Aulia Setyaningrum