DPRD Soroti Hutan Gundul dan Gagalnya Reklamasi

ADVERTORIAL – Dampak krisis lingkungan di Kalimantan Timur (Kaltim) semakin terasa, terutama di wilayah Bontang dan Kutai Timur yang kini rentan mengalami banjir meski hujan turun hanya sebentar. Bencana ini tak bisa dilepaskan dari berkurangnya daya dukung hutan dan lemahnya pengawasan terhadap aktivitas pertambangan.
Anggota Komisi III DPRD Provinsi Kalimantan Timur, Arfan, menyampaikan keprihatinannya terhadap situasi tersebut. Ia menilai bahwa banjir bukan sekadar akibat fenomena cuaca, melainkan indikator dari kerusakan ekosistem yang sudah pada tingkat kritis.
“Sangatta dan Bontang hampir setiap bulan kalau hujan sedikit saja sudah banjir, jadi saya dapil Kabupaten Berau, Kutai Timur dan Bontang sudah menyampaikan pada PUPR agar untuk diprioritaskan dianggarkan,” Ujarnya kepada awak media di Samarinda, Rabu (04/05/2025).
Menurut Arfan, keresahan masyarakat terhadap banjir sudah berkali-kali disuarakan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang). Ia menyebut bahwa hutan di wilayah tersebut kini sudah gundul, sehingga tidak mampu lagi menahan air hujan. “Paling tidak Bontang bisa jadi sorotan, untuk disampaikan pada Gubernur Kaltim, karena keadaan masyarakat saat ini sering dilanda banjir, jadi sudah gundul hutan,” Katanya.
Lebih lanjut, Arfan menekankan pentingnya pengawasan yang lebih ketat terhadap pelaksanaan reklamasi oleh perusahaan tambang. Ia menilai bahwa banyak perusahaan hanya melakukan reklamasi sebatas formalitas dan tidak berkelanjutan. “Jangan hanya sekali tanam lalu ditinggal, harus ada tanggung jawab berkelanjutan,” Tutur politisi Partai Amanat Nasional itu.
Ia juga mendorong keterlibatan masyarakat dalam proses pengawasan agar pelaksanaan reklamasi benar-benar memberi dampak nyata, bukan sekadar laporan administratif. Transparansi dan akuntabilitas dari pihak perusahaan dan pemerintah dinilainya sangat penting agar publik turut mengawasi.
Selain menyuarakan masalah teknis, Arfan juga mengajak Pemerintah Provinsi untuk mulai menyusun strategi jangka panjang. Menurutnya, Kaltim harus bertransisi dari ekonomi yang bergantung pada sektor ekstraktif menuju pembangunan berkelanjutan yang berbasis kehutanan sosial, pertanian organik, dan ekowisata.
Ia menilai bahwa pergeseran paradigma ini mendesak, mengingat Kaltim saat ini menjadi salah satu provinsi dengan tingkat deforestasi tertinggi di Indonesia. Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat bahwa Kalimantan Timur kehilangan tutupan hutan seluas 28.633 hektare pada tahun 2023, hanya kalah dari Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.
Arfan menyampaikan bahwa krisis lingkungan ini tidak bisa ditangani hanya oleh satu instansi. Ia mengusulkan agar pemerintah daerah, sektor swasta, dan masyarakat sipil bekerja bersama dalam menata ulang kebijakan dan strategi pembangunan yang lebih ramah lingkungan.
“Kita tidak bisa hanya mengandalkan satu instansi. Ini tugas bersama. Pemerintah provinsi harus bersinergi untuk menata ulang strategi lingkungan dan ekonomi,” Pungkasnya. []
Penulis: Selamet | Penyunting: Aulia Setyaningrum