Dua Mantan Manajer Bank Banten Terancam 6,5 Tahun Penjara atas Kasus Korupsi Kredit Pembangunan Masjid

SERANG – Mantan Manajer Bisnis Komersial Bank Banten cabang Tangerang Selatan (Tangsel) Satrio Dwiono Lutfi Handrajati dan Manajer Bisnis Komersial Bank Banten cabang Tangsel, Rully Andriadi dituntut 6,5 tahun penjara oleh JPU Kejari Tangerang Selatan, Senin, 23 September 2024.

Dalam pantauan radarbanten, keduanya dinilai JPU telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi berupa kredit modal kerja konstruksi (KMKK) untuk pembangunan masjid pada tahun 2018 senilai Rp 1 miliar lebih.

“Menjatuhkan pidana oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 tahun dan 6 bulan penjara (Satrio dan Rully), dikurangi selama terdakwa dalam tahanan dengan perintah ditahan,” kata JPU Satrio Aji Wibowo.

Selain pidana 6,5 tahun penjara, Satrio dan Rully juga diberi hukuman tambahan berupa denda masing-masing Rp250 juta. Jika denda tersebut tidak dibayar maka keduanya harus menjalani empat bulan kurungan.

Sementara terkait dengan uang pengganti, JPU membebankannya kepada terdakwa lain, yakni Miftahul Rizqi selaku mantan direktur CV Mega Larsindo Utama. Miftahul dituntut Rp776 juta subsider 4 tahun penjara. “Pidana tambahan berupa denda Rp250 juta subsider 6 bulan penjara,” ujar Satrio di hadapan majelis hakim yang diketuai M Arief Adikusumo.

Perbuatan ketiga terdakwa dinilai JPU telah terbukti bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. “Sebagaimana dalam dakwaan primer,” katanya.

Dijelaskan JPU, kasus korupsi ini bermula pada tahun 2018 lalu. Ketika itu, CV Mega Larsindo Utama menjadi pemenang tender pembangunan Masjid Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Ketenegakerjaan RI dengan nilai kontak Rp1,065 miliar.

“Dalam kontrak disebutkan bahwa mengenai pembayaran, Kementerian akan membayarkan melalui Bank BJB sebanyak tiga tahap,” katanya.

Tahap pertama, yakni pembayaran uang muka sebesar Rp213 juta. Kemudian, termin pertama sebesar Rp340 juta dan termin kedua sebesar Rp511 juta. Pembangunan Masjid itu direncanakan selesai dalam 12 hari kerja atau selesai pada 14 Juni 2018.

“Saat progres pembangunan mencapai 20 persen pada 14 Maret 2018, terdakwa Miftahul membantu pemilik CV Mega Larasindo, Ariyanto (masih dalam pencarian) melakukan permohonan fasilitas KMKK sebesar Rp1 miliar kepada Bank Banten,” katanya.

Menurut JPU, pengajuan KMKK itu tidak bisa diproses. Akan tetapi, Rully dan Satrio tetap memprosesnya.

“Rully Andiriadi bersama-sama dengan Satrio Dwiono Lutfi Handrajati secara melawan hukum tetap memproses dan melakukan pemberian KMKK kepada terdakwa selaku Direktur CV Mega Larasindo Utama,” ungkapnya.

Satrio mengatakan, dalam prosesnya, terdakwa Satrio dan Rully tidak pernah memastikan penyaluran tagihan termin proyek tersebut dari Kementerian kepada CV Mega Larsindo. Padahal, hal tersebut menyalahi SOP dan dapat berpengaruh kepada Bank Banten yang tidak bisa melakukan auto debit.

“Pada tanggal 9 Mei 2018 komite kredit yang terdiri dari saksi Lekso, terdakwa Satrio dan Rully kemudian memberikan persetujuan KMKK dengan plafon sebesar Rp550 juta dengan jangka waktu perjanjian kredit selama 5 bulan,” ungkapnya.

Kemudian sambung Satrio dilakukan penandatanganan perjanjian kredit sampai dengan penarikan kredit.

“Terdapat persyaratan penandatanganan kredit dan persyaratan penarikan kredit yang tidak dipenuhi oleh CV Mega Larsindo Utama selaku debitur,” katanya.

Pada tanggal 14 Mei 2018 dilakukan pencairan tahap pertama sebesar Rp328,5 juta dan tahap kedua pada 28 Mei 2018 sebesar Rp167 juta. JPU menanggap seharusnya dana tersebut tidak dicairkan karena terdapat dokumen persyaratan yang tidak lengkap.

“Terdapat beberapa persyaratan tidak terpenuhi,” ujarnya.

Satrio mengatakan, pada 21 September 2018, proyek pembangunan masjid tersebut rampung dan Kementerian Ketenagakerjaan RI membayarkan nilai kontrak tersebut seluruhnya kepada CV Mega Larsindo melalui Bank Bjb.

ang pencairan tersebut kemudian tidak dibayarkan kepada Bank Banten dan malahan uang sebesar kurang Rp600 juta diserahkan terdakwa Miftahul kepada Ariyanto. Sedangkan sisanya Rp200 juta dipergunakan untuk membayar material dan tukang serta gaji dirinya.

“Sehingga baik terdakwa dan saudara Ariyanto tidak melakukan pembayaran KMKK kepada Bank Pembangunan Daerah Banten,” ujarnya.

Akibat persoalan tersebut, KMKK CV Mega Larasindo dinyatakan macet dengan kolektabilitas 5. Total kewajiban yang harus dibayar dan jadi kerugian negara yaitu Rp776 juta.

“Dengan rincian tunggakan pokok Rp546 juta, tunggakan bunga Rp164 juta, dan tunggakan denda Rp65,7 juta,” tuturnya.

Atas surat tuntutan tersebut, ketiga terdakwa menyatakan keberatan dan akan mengajukan pembelaan atau pledoi. Sidang rencananya akan kembali digelar Senin pekan depan. []

Nur Quratul Nabila A

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *