Dua Pelajar SMA Terlibat Kasus Pencurian Kendaraan Bermotor

pelajar-sma-ujian-di-ruang-tahanan
KUTAI KERTANEGARA–Akibat nekat melakukan aksi pencurian kendaraan bermotor (curanmor), dua pelajar SMA berinisial Sa (15) dan Ri (14) asal Kecamatan Samboja, harus berurusan dengan polisi. Tak hanya itu, ujian semester yang mesti dijalani di sekolahnya, harus beralih di ruang tahanan Polsek Samboja.
Dikonfirmasi hal itu, AKP Dika Yosef menjelaskan, kedua tersangka terlibat pencurian sepeda motor Honda Scoopy di Kelurahan Solok Api Darat, RT 2, Kecamatan Samboja pada Rabu (9/12) lalu. Aksi kedua bocah terbilang nekat lantaran dilakukan di tengah permukiman penduduk. Keduanya beraksi pada malam hari, setelah merasa ada kesempatan, setelah melihat sepeda motor tersebut diparkir tak jauh dari jalan raya.
“Tersangka kami amankan setelah penyelidikan. Saat itu, keduanya hendak menjual sepeda motor tersebut kepada seorang warga. Nah, warga tersebut sempat curiga karena sepeda motor tersebut ternyata tidak ada memiliki surat-surat,” ujar Kapolsek.
Dari pengakuan Sa kepada polisi, mereka baru saja pulang dari Balikpapan menuju Kelurahan Senipah di Samboja. Melihat ada kesempatan mencuri, mereka lalu membawa sepeda motor tersebut dengan cara mendorong. Saat itu, kunci sepeda motor tersebut tertinggal di sepeda motor. Setelah jauh dari permukiman, barulah Ri membawa sepeda motor tersebut kabur. Namun aksi tersangka akhirnya terbongkar setelah polisi meringkusnya, Kamis (10/12).
“Untuk sementara, dari pengakuan tersangka mereka baru satu kali beraksi. Saat ini masih pengembangan,” katanya lagi.
Menurut dia, keduanya masih berstatus pelajar kelas II SMA, terpaksa harus menjalani ujian di Mapolsek Samboja. Akibat ulahnya, para tersangka akan dijerat dengan pasal 365 KUHP, tentang pencurian dengan ancaman hukuman di atas lima tahun. [] KP

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Berita Lainnya

WELLINGTON — Kasus medis tak biasa terjadi di Selandia Baru setelah seorang remaja laki-laki berusia 13 tahun menelan hingga 100 magnet kecil berkekuatan tinggi yang dibelinya melalui platform belanja daring Temu. Aksi berbahaya tersebut berujung pada operasi besar setelah magnet-magnet itu menyebabkan kerusakan serius pada organ dalam tubuhnya. Remaja itu semula dibawa ke Rumah Sakit Tauranga, Pulau Utara, karena mengalami nyeri perut selama empat hari. Setelah dilakukan pemeriksaan medis, dokter menemukan adanya kumpulan magnet di dalam usus. “Dia mengungkapkan telah menelan sekitar 80–100 magnet berkekuatan tinggi (neodymium) berukuran 5×2 milimeter sekitar satu minggu sebelumnya,” tulis laporan di New Zealand Medical Journal, Jumat (24/10/2025). Magnet neodymium tersebut sejatinya sudah dilarang beredar di Selandia Baru sejak 2013 karena risiko keselamatan yang tinggi, terutama bagi anak-anak. Namun, laporan mengungkapkan bahwa remaja ini masih bisa membelinya secara daring melalui Temu, salah satu platform e-commerce asal Tiongkok yang tengah populer secara global. Hasil sinar-X memperlihatkan magnet-magnet itu menggumpal membentuk empat garis lurus di dalam perut sang remaja. “Ini tampaknya berada di bagian usus yang terpisah namun saling menempel akibat gaya magnet,” ujar pihak medis. Kondisi itu menyebabkan nekrosis, atau kematian jaringan, di empat area usus halus dan sekum, bagian dari usus besar. Tim dokter bedah kemudian melakukan operasi pengangkatan jaringan mati sekaligus mengeluarkan seluruh magnet dari tubuh pasien. Setelah menjalani perawatan intensif selama delapan hari, remaja tersebut akhirnya diperbolehkan pulang. Dalam laporan medisnya, dokter Binura Lekamalage, Lucinda Duncan-Were, dan Nicola Davis menulis bahwa kasus ini menjadi pengingat bahaya besar yang bisa timbul dari akses bebas anak-anak terhadap produk berisiko di pasar online. “Kasus ini tidak hanya menyoroti bahaya konsumsi magnet, tetapi juga bahaya pasar daring bagi populasi anak-anak kita,” tulis mereka. Selain itu, para ahli juga memperingatkan kemungkinan komplikasi jangka panjang akibat insiden ini, termasuk sumbatan usus, hernia perut, serta nyeri kronis yang dapat muncul di kemudian hari. Menanggapi laporan tersebut, pihak Temu menyampaikan penyesalan dan berjanji akan menyelidiki kasus ini secara menyeluruh. “Kami telah meluncurkan tinjauan internal dan menghubungi penulis artikel New Zealand Medical Journal untuk mendapatkan informasi lebih lanjut,” ujar juru bicara Temu dalam pernyataan resminya. Namun, Temu menyebut belum dapat memastikan apakah magnet yang digunakan anak tersebut benar-benar dibeli melalui platform mereka. “Meskipun demikian, tim kami sedang meninjau daftar produk yang relevan untuk memastikan kepatuhan penuh terhadap peraturan keselamatan setempat,” tambahnya. Temu, yang merupakan raksasa e-commerce asal Tiongkok, beberapa kali dikritik di pasar internasional, termasuk di Uni Eropa, karena dinilai belum cukup tegas dalam menyaring produk berbahaya atau ilegal yang beredar di platformnya. Kasus ini menegaskan pentingnya pengawasan orang tua terhadap aktivitas belanja dan penggunaan internet oleh anak-anak, sekaligus menjadi peringatan bahwa satu klik di dunia digital bisa berujung pada konsekuensi serius di dunia nyata.