Eks Wamenkumham Eddy Hiariej Menjadi Saksi-Ahli dalam Kasus Prabowo di MK
JAKARTA – Eks Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej menjadi salah satu ahli yang dihadirkan oleh tim 02 Prabowo-Gibran dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan umum presiden dan wakil presiden (pilpres)
2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (04/04/2024). Selain Eddy, tujuh orang dengan latar belakang berbeda turut menjadi ahli dari Prabowo-Gibran. Mereka akan memberi keterangan yang membela argumen paslon 02 tersebut.
Ketujuh orang itu yakni Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Pakuan Andi Muhammad Asrun, Pakar Hukum Abdul Khair Ramadhan, Amirudin Ilmar, Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis, dan Dekan Fakultas Manajemen Pemerintahan IPDN Khalilul khairi. Lalu, Pendiri lembaga survei Cyrus Network Hasan Hasbi hingga Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari.
Sementara itu, enam saksi yang dibawa oleh tim Prabowo-Gibran salah satunya adalah Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Ahmad Doli Kurnia, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily, Gani Muhammad, Andi Bataralifu, Suprianto dan Abdul Wahid.
Mereka akan memberikan keterangan untuk dua perkara. Perkara pertama nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024 yang diajukan oleh tim 01 Anies-Muhaimin. Perkara kedua, diajukan oleh tim 03 2/PHPU.PRES-XXII/2024. Dalam kedua perkara ini, Prabowo-Gibran berkedudukan sebagai pihak terkait. Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud menggugat hasil Pilpres 2024 ke MK karena tidak terima dengan keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) memenangkan Prabowo-Gibran.
Dalam keputusan KPU, Prabowo-Gibran menang dengan perolehan 96.214.691 suara atau 58,6 persen suara sah nasional. Sementara itu, Anies-Muhaimin meraih 40.971.906 suara atau 24,9 persen suara sah nasional. Lalu Ganjar-Mahfud mendapatkan 27.040.878 suara atau 16,5 persen suara sah nasional.
Permohonan kedua kubu ini terdapat kesamaan yaitu menginginkan Gibran Rakabuming Raka didiskualifikasi dalam Pilpres 2024. Mereka sama-sama ingin pemungutan suara diulang tanpa keikutsertaan Prabowo-Gibran.
Mereka juga menilai Pemilihan umum (Pemilu) 2024 penuh dengan kecurangan dan intervensi dari Presiden Joko Widodo. Salah satunya, Jokowi dianggap mempolitisasi bantuan sosial (bansos) demi kemenangan Prabowo-Gibran. []
Redaksi08