Empat Gajah Jinak Dikerahkan Bersihkan Puing Banjir Aceh

JAKARTA –  Upaya pemulihan pascabencana banjir bandang di Kabupaten Pidie Jaya, Aceh, kembali menunjukkan betapa beragamnya metode yang digunakan untuk mempercepat penanganan dampak bencana. Salah satunya adalah keputusan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh yang mengerahkan empat ekor gajah jinak untuk membantu masyarakat membersihkan puing-puing kayu yang memenuhi permukiman.

Keputusan yang tidak biasa tersebut diambil setelah material berupa batang pohon, kayu, dan lumpur menumpuk di sejumlah titik pascabanjir bandang. Alat berat mengalami kesulitan menjangkau area permukiman yang jalannya sempit, sehingga kehadiran gajah menjadi alternatif yang efektif. Kepala KSDA Wilayah Sigli Aceh, Hadi Sofyan, menjelaskan bahwa hewan-hewan ini didatangkan dari Pusat Latihan Gajah (PLG) Sare. “Gajah terlatih yang kita bawa ini sebanyak empat ekor, dan semuanya dari PLG (Pusat Latihan Gajah) Share,” ujarnya kepada Antara, Senin (08/12/2025).

Empat gajah tersebut—Abu, Mido, Ajis, dan Noni—sejak pagi telah diterjunkan bersama para mahot ke Gampong Meunasah Bie, Kecamatan Meurah Dua. Mereka ditugaskan mengangkut tumpukan kayu besar yang terbawa arus banjir bandang dan tersangkut di sekitar rumah warga. Hadi memastikan bahwa target pembersihan masih difokuskan pada dua kecamatan yang terdampak paling parah. “Kita target pembersihan di lokasi terdampak banjir bandang di Kecamatan Meureudu dan Meurah Dua Kabupaten Pidie Jaya,” imbuhnya.

Menurut Hadi, peran gajah tidak hanya sebatas memindahkan kayu-kayu berat. Mereka juga akan membantu membuka akses jalan menuju rumah warga yang tertimbun material banjir. Selain itu, keempat gajah tersebut disiapkan untuk membantu evakuasi apa pun yang mungkin ditemukan, termasuk jika terdapat korban yang belum terdeteksi. Dalam situasi tertentu, gajah juga dapat dimanfaatkan untuk mengantar logistik ke wilayah terdampak yang sulit dijangkau kendaraan.

“Untuk durasi, kami akan bertugas selama tujuh hari di sini, terakhir 14 Desember 2025,” kata Hadi, menjelaskan rentang waktu pengerahan gajah dalam operasi ini.

BKSDA Aceh menilai pemanfaatan gajah jinak bukanlah strategi baru. Pengalaman panjang mereka menjadi alasan utama metode ini kembali digunakan. Hadi mengingatkan bahwa gajah-gajah tersebut sebelumnya sudah berkontribusi dalam proses pembersihan besar pascatsunami Aceh tahun 2004. “Berdasarkan pengalaman sebelumnya, termasuk saat tsunami di Aceh, kehadiran gajah sangat membantu membersihkan puing-puing,” ujarnya.

Untuk saat ini, fokus operasi masih berada di Kabupaten Pidie Jaya mengingat jalur menuju kabupaten lain belum dapat ditembus. BKSDA akan menunggu hasil survei lebih lanjut sebelum kemungkinan mengerahkan bantuan ke wilayah lain. “Sejauh ini belum ke daerah lainnya, karena masih perlu survei dan akses ke kabupaten lain belum bisa dijangkau. Ke depan, jika diperlukan, kami siap membantu,” tutur Hadi Sofyan.

Pengerahan gajah dalam operasi kemanusiaan ini menambah warna dalam penanganan bencana di Aceh. Langkah tersebut menunjukkan bahwa solusi tradisional dan modern dapat saling melengkapi dalam situasi darurat, terutama ketika akses dan kondisi lapangan tidak memungkinkan penggunaan peralatan berat secara maksimal. []

Siti Sholehah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *