Empat Penyelundup Rohingya Divonis 6–7 Tahun Penjara di Aceh Selatan

TAPAKTUAN – Pengadilan Negeri Tapaktuan, Kabupaten Aceh Selatan, menjatuhkan vonis enam hingga tujuh tahun penjara kepada empat terdakwa kasus penyelundupan imigran Rohingya.
Putusan tersebut dibacakan oleh majelis hakim yang diketuai Daniel Saputra dalam persidangan, Rabu (3/9/2025).
Dua terdakwa, Ruslan dan Faisal, masing-masing dijatuhi hukuman enam tahun penjara serta denda Rp1 miliar.
Jika denda tidak dibayar, keduanya wajib menjalani hukuman pengganti empat bulan penjara.
Sementara itu, dua terdakwa lainnya, Abizar dan Ilhamdi, menerima hukuman lebih berat, yakni tujuh tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidair empat bulan penjara.
Hakim menyatakan Ruslan dan Faisal terbukti melanggar Pasal 120 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 dan Pasal 56 ke-1 KUHP.
Sedangkan Abizar dan Ilhamdi dinyatakan bersalah melanggar Pasal 120 Ayat (1) UU Keimigrasian, serta Pasal 3 jo Pasal 2 Ayat (1) huruf f UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 KUHP.
Usai putusan dibacakan, baik para terdakwa maupun Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Aceh Selatan menyatakan masih pikir-pikir.
Majelis hakim memberikan waktu tujuh hari bagi kedua belah pihak untuk menentukan sikap.
“Majelis hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa maupun jaksa penuntut umum untuk pikir-pikir dalam waktu tujuh hari,” kata Daniel Saputra.
Dalam dakwaan JPU Widi Utomo, disebutkan bahwa pada September 2024 para terdakwa terlibat dalam penyelundupan imigran etnis Rohingya dari Bangladesh ke Indonesia.
Para terdakwa menjemput para imigran di Laut Andaman menggunakan kapal motor, kemudian mendaratkannya di kawasan Labuhanhaji Barat, Kabupaten Aceh Selatan.
Sebanyak 94 imigran berhasil dibawa masuk dan kemudian dipindahkan ke Pekanbaru, Riau, menggunakan truk.
Tidak berhenti di situ, pada Oktober 2024 para terdakwa kembali melakukan aksi serupa dengan menjemput 170 imigran Rohingya di perairan Pulau Weh, Kota Sabang. Tujuan mereka adalah membawa para imigran tersebut menuju Malaysia.
Namun, perjalanan itu gagal karena mesin kapal bermasalah. Akhirnya, kapal diarahkan ke perairan Labuhanhaji, Aceh Selatan.
Dari jumlah tersebut, 50 orang berhasil diturunkan dan dibawa ke Pekanbaru menggunakan truk, sementara sisanya tidak dapat diturunkan.
Akibat kerusakan mesin, ratusan imigran terombang-ambing di laut selama sepekan sebelum akhirnya dievakuasi ke daratan.
Kasus ini menjadi perhatian karena menyangkut penyelundupan manusia lintas negara yang melibatkan jumlah besar.
Vonis yang dijatuhkan diharapkan menjadi pelajaran penting sekaligus peringatan keras terhadap praktik perdagangan orang.
Penegakan hukum juga dianggap penting untuk melindungi kelompok rentan seperti pengungsi Rohingya yang kerap menjadi korban jaringan penyelundupan internasional. []
Nur Quratul Nabila A