Empat Siswa SMP di Rembang Tak Lulus karena Masalah Keluarga dan Putus Sekolah

REMBANG — Sebanyak 61 sekolah jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Rembang secara serentak mengumumkan kelulusan peserta didik pada Senin (2/6/2025). Namun, Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Dindikpora) Rembang mencatat, terdapat empat siswa dari empat sekolah berbeda yang tidak lulus tahun ini.
Kepala Bidang Pembinaan SMP Dindikpora Rembang, Isti Choma Wati, saat dikonfirmasi, membenarkan bahwa seluruh sekolah telah menyampaikan laporan kelulusan.
Dari total sekitar 6.000 siswa kelas IX, empat siswa dinyatakan tidak lulus bukan karena aspek akademik, melainkan persoalan sosial dan keluarga.
“Keempat siswa ini sebenarnya tidak bermasalah dalam nilai, kehadiran, maupun perilaku sehari-hari di sekolah. Namun, mereka sudah tidak melanjutkan proses pembelajaran selama hampir satu semester,” ujar Isti kepada Radar Kudus, Selasa (3/6/2025).
Pihak sekolah telah melakukan berbagai upaya pendekatan, termasuk kunjungan ke rumah siswa, surat undangan kepada orang tua, dan saran untuk pindah ke lembaga pendidikan nonformal seperti Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Namun, siswa bersangkutan tetap tidak kembali ke sekolah.
Isti menjelaskan, faktor utama yang mempengaruhi adalah kondisi keluarga. Salah satu siswa diasuh oleh neneknya karena orang tuanya telah bercerai.
Sang ayah diketahui telah membina keluarga baru di luar kota, sementara keberadaan ibunya tidak diketahui.
“Pola asuh yang tidak optimal di lingkungan rumah sangat memengaruhi keberhasilan anak. Sekuat apa pun upaya dari guru dan sekolah, jika tidak didukung dari sisi keluarga, hasilnya bisa tidak maksimal,” ujarnya.
Kasus lainnya adalah siswa yang turut dibawa ayahnya ke luar Jawa sebelum rangkaian ujian sekolah selesai.
Meskipun siswa tersebut sebenarnya masih memiliki semangat untuk sekolah, kondisi keluarga membuatnya terpaksa putus pendidikan.
“Ada juga siswa yang sudah bekerja di sektor informal seperti ikut miyang (membantu di tambak),” tambah Isti.
Sebagai bentuk respons, Dindikpora bersama sekolah telah menyelenggarakan sosialisasi perlindungan anak yang melibatkan komite sekolah dan perwakilan orang tua.
Hal ini dilakukan untuk mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya dukungan keluarga dalam pendidikan anak.
Isti menegaskan, kejadian ini menjadi refleksi bagi semua pihak untuk memperkuat sinergi antara sekolah dan lingkungan keluarga dalam menjaga keberlangsungan pendidikan siswa.
“Kami berharap ke depan tak ada lagi anak usia sekolah yang terpaksa putus karena alasan di luar kendali mereka. Semua anak berhak mendapat pendidikan yang layak,” pungkasnya. []
Nur Quratul Nabila A