Empat Tersangka Korupsi Chromebook Resmi Diumumkan

JAKARTA, 16 Juli 2025 — Kejaksaan Agung Republik Indonesia kembali menegaskan komitmennya dalam pemberantasan korupsi, dengan menetapkan empat orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook di lingkungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Proyek ini berlangsung dalam rentang waktu 2019 hingga 2022, dengan nilai anggaran fantastis mencapai Rp 9,3 triliun.
Para tersangka yang ditetapkan terdiri dari Jurist Tan, mantan Staf Khusus Mendikbudristek; Ibrahim Arief, mantan Konsultan Teknologi Kemendikbudristek; Mulyatsyahda, Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah periode 2020-2021; serta Sri Wahyuningsih, Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek.
“Terhadap empat orang tersebut, malam hari ini penyidik telah memiliki barang bukti yang cukup untuk menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka,” ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus), Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Lobi Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (15/7/2025).
Pengadaan laptop berbasis Chrome OS tersebut merupakan bagian dari program digitalisasi pendidikan.
Namun, Kejaksaan menemukan adanya pemufakatan jahat antara para tersangka dalam merancang sistem pengadaan dan penunjukan vendor.
Mereka secara terencana mengarahkan tim teknis kajian teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk memilih produk tertentu, yaitu laptop dengan sistem operasi berbasis Chrome.
Salah satu titik kritis dalam kasus ini adalah bahwa sistem operasi Chromebook menuntut konektivitas internet yang stabil. Padahal, sebagian besar wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) di Indonesia belum menikmati akses internet yang memadai.
Hal ini membuat distribusi 1,2 juta unit laptop hasil pengadaan tidak dapat dimanfaatkan secara optimal oleh pelajar di berbagai daerah.
Situasi ini tidak hanya berdampak pada inefisiensi anggaran, tetapi juga menimbulkan kerugian keuangan negara yang diperkirakan mencapai Rp 1,98 triliun.
Pengadaan yang seharusnya meningkatkan mutu pendidikan justru berujung pada skandal hukum yang mencoreng program transformasi digital nasional.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, mereka juga dijerat Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Sementara itu, mantan Mendikbudristek, Nadiem Makarim, yang turut dimintai keterangan oleh penyidik dalam beberapa kesempatan, belum memberikan pernyataan secara terbuka kepada publik.
Usai menjalani pemeriksaan selama 10 jam pada salah satu sesi sebelumnya, ia hanya menyampaikan permohonan untuk kembali menemui keluarganya.
Kejaksaan Agung masih terus menggali informasi tambahan dan tidak menutup kemungkinan akan menetapkan tersangka lainnya seiring pendalaman bukti dan kesaksian lanjutan dalam perkara ini. []
Nur Quratul Nabila A