Firnadi Ingatkan Dampak dan Konsekuensi Aksi Penolakan TKD

SAMARINDA – Polemik terkait rencana pemotongan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPK/TKD) di Kalimantan Timur terus memicu respons dari berbagai elemen masyarakat. Penolakan yang muncul dari sejumlah organisasi masyarakat (ormas) dianggap sebagai bentuk kegelisahan publik terhadap dampak kebijakan tersebut. Menyikapi dinamika ini, Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Firnadi Ikhsan, memberikan tanggapan usai menghadiri Rapat Paripurna ke-43 DPRD Kaltim pada Jumat, (21/11/2025).

Firnadi menegaskan bahwa munculnya dukungan dan aspirasi masyarakat merupakan hal positif selama disampaikan dengan cara yang tepat.

“Aspirasi penolakan pemotongan TKD itu wajar dan justru memperkuat suara pemerintah dan DPR. Masyarakat punya hak menyampaikan keberatan,” ujarnya.

Namun, Firnadi mengingatkan bahwa segala bentuk aksi harus tetap berada dalam koridor hukum. Pernyataan ini merespons informasi mengenai rencana aksi ormas yang berpotensi mengganggu fasilitas umum, termasuk wacana penutupan alur Sungai Makam.

“Saya mengingatkan agar aksi ormas tidak dilakukan dengan cara-cara ekstrem yang melanggar aturan, termasuk menutup alur sungai. Kita harus memperjuangkan ini tanpa merugikan pihak lain,” katanya.

Firnadi menjelaskan bahwa pemotongan TKD tidak hanya berdampak pada pegawai, tetapi juga akan memengaruhi percepatan pembangunan di Kaltim. Ia menuturkan, selama ini pembangunan daerah bergantung pada pola anggaran sekitar Rp20–21 triliun. Jika terjadi pengurangan hingga Rp6 triliun, banyak program dan kegiatan dipastikan tertunda.

“Pengurangan anggaran ini akan membuat sejumlah kegiatan tidak bisa dilaksanakan. Padahal masyarakat sudah menunggu banyak pembangunan yang direncanakan,” ungkapnya.

Ketidakpuasan publik, menurut Firnadi, muncul karena kekhawatiran atas perlambatan pembangunan dan potensi melemahnya pelayanan publik. Aspirasi masyarakat dianggap sebagai sinyal bahwa kebijakan pusat perlu dikaji kembali.

DPRD Kaltim, yang memiliki kewenangan mendampingi kepentingan publik, akan terus menyampaikan rekomendasi kepada pemerintah pusat. Firnadi menyebut bahwa Gubernur Kaltim telah bertemu langsung dengan kementerian terkait untuk menyampaikan alasan penolakan daerah terhadap kebijakan tersebut.

Sebagai langkah penyelesaian, Firnadi menekankan bahwa jalur diplomasi tetap menjadi prioritas bagi DPRD Kaltim dan pemerintah daerah. Meski demikian, partisipasi masyarakat tetap dibutuhkan selama mengikuti mekanisme yang sah.

“Kita semua punya cara dalam menyuarakan pendapat, tapi harus mempertimbangkan dampak dan konsekuensinya. Harapan saya semua berjalan sesuai koridor hukum dan etika,” tutupnya. []

Penulis: Rifky Irlika Akbar | Penyunting: Aulia Setyaningrum

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *