Gagal Tanam Akibat Banjir, Petani di Bojonegoro Rugi Rp6,8 Miliar

BOJONEGORO — Banjir yang melanda wilayah Kabupaten Bojonegoro selama Mei 2025 menyebabkan kerugian besar bagi para petani. Akibat tingginya curah hujan dan meluapnya sungai-sungai lokal, sekitar 850 hektare sawah di 33 desa mengalami kegagalan tanam.

Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Bojonegoro mencatat total kerugian mencapai Rp 6,8 miliar.

Kepala Bidang Sumber Daya Manusia dan Pemberdayaan DKPP Bojonegoro, Zainul Ma’arif, menjelaskan bahwa banjir yang merendam area persawahan terjadi di lima kecamatan, yakni Baureno, Balen, Purwosari, Gayam, dan Bojonegoro Kota. Luapan sungai dan curah hujan tinggi sejak 12 Mei menjadi penyebab utama genangan.

“Rata-rata sawah yang terdampak berada pada usia tanam 10 hingga 30 hari, sehingga gagal dilanjutkan,” ujar Zainul, Minggu (25/5/2025).

Ia mengungkapkan bahwa wilayah dengan kerusakan paling luas berada di Kecamatan Baureno, dengan sebelas desa terdampak dan luas genangan mencapai 430 hektare. Komoditas yang terdampak mencakup tanaman padi, jagung, dan tembakau.

DKPP, lanjut Zainul, masih terus melakukan pemantauan terhadap wilayah terdampak, khususnya untuk mendata secara lebih rinci potensi klaim asuransi usaha tani padi (AUTP) bagi para petani yang terdaftar.

“Total kerugian dihitung berdasarkan luas sawah terdampak, yaitu 850 hektare dikalikan rata-rata kerugian Rp 8 juta per hektare,” jelasnya.

Sementara itu, para petani mengeluhkan lambatnya proses surut air, khususnya di daerah yang terdampak jebolnya tanggul. Supari, petani asal Desa Lebaksari, Kecamatan Baureno, menyebut bahwa tanggul Sungai Cangkring jebol sejak Minggu (18/5/2025), menyebabkan banjir bertahan lebih lama.

“Air tidak cepat surut seperti biasanya. Sawah kami seperti berubah menjadi lahan tadah hujan,” keluh Supari.

Ia menambahkan, kondisi tersebut membuat petani harus menunda tanam ulang karena lahan belum layak diolah. Dampaknya, musim tanam yang sudah sempit akan semakin terdesak, terutama bagi petani yang mengandalkan sistem tanam bergilir dalam satu tahun.

Sejumlah petani kini berharap adanya perhatian dari pemerintah daerah, khususnya dalam bentuk percepatan pemulihan infrastruktur irigasi dan perbaikan tanggul sungai. Selain itu, mereka juga meminta agar proses klaim asuransi dipermudah agar bisa segera menutup kerugian modal awal.

“Kalau bisa, proses klaim tidak berbelit. Kami sudah rugi waktu dan biaya,” ujar salah satu petani di Kecamatan Purwosari.

DKPP sendiri berkomitmen untuk memfasilitasi para petani terdampak dalam proses pendataan kerugian dan pengajuan klaim AUTP, sebagai upaya mitigasi ekonomi akibat bencana hidrometeorologi yang makin kerap terjadi. []

Nur Quratul Nabila A

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *