Gelombang Aksi Tolak RUU TNI Diprediksi Terus Berlanjut jika Pemerintah Tidak Berbenah

JAKARTA – Peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Nicky Fahrizal, memprediksi gelombang aksi massa menolak revisi Undang-Undang (RUU) TNI akan terus berlanjut jika pemerintah tidak melakukan perbaikan dalam proses legislasi. Ia menilai, kebijakan pemerintah yang terkesan tergesa-gesa dalam mengubah regulasi berpotensi memicu reaksi lebih luas dari masyarakat.
Selain itu, Nicky menyoroti meningkatnya perhatian publik terhadap rencana pemerintah dan DPR untuk merevisi sejumlah undang-undang, termasuk Undang-Undang Polri, Kejaksaan, hingga rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP).
“Jika pemerintah tidak belajar dari pengalaman politik sebelumnya dan tetap menjalankan kebijakan secara serampangan, maka aksi-aksi penolakan akan terus berlanjut dan bahkan semakin masif,” ujar Nicky dalam diskusi publik mengenai RUU TNI di kantor CSIS, Jakarta, Senin (24/3/2025).
Nicky menambahkan, meskipun polemik mengenai RUU TNI belum sepenuhnya mereda, pembahasan revisi Undang-Undang Polri sudah mulai bergulir. Menurutnya, kebijakan ini akan kembali mendapat penolakan luas, mengingat institusi kepolisian memiliki sejumlah catatan kritis dalam dua tahun terakhir.
“RUU Polri bisa menjadi pemicu aksi lebih besar karena ada banyak persoalan yang belum terselesaikan dari tahun 2024 hingga 2025,” tambahnya.
Ia menegaskan, masyarakat sipil perlu terus mengawasi kebijakan pemerintah dalam penyusunan undang-undang.
“Kita melihat bagaimana dalil kegentingan yang memaksa atau keadaan darurat sering kali dijadikan justifikasi dalam perumusan kebijakan hukum. Ini yang harus diawasi,” tuturnya.
Sebelumnya, aksi unjuk rasa menolak RUU TNI terjadi di berbagai daerah, termasuk di Kota Malang. Demonstrasi yang berlangsung sejak Minggu (23/3/2025) sore berubah menjadi kericuhan. Massa yang menamakan diri Arek-Arek Malang awalnya menggelar aksi damai di depan Gedung DPRD Kota Malang dengan orasi dan aksi teatrikal.
Selain berorasi, para demonstran mencorat-coret jalan dengan berbagai tulisan terkait penolakan RUU TNI serta membawa spanduk bertuliskan tuntutan mereka. Aparat keamanan dari Polresta Malang Kota, Kodim 0833/Kota Malang, Satpol PP, serta tim medis telah bersiaga di lokasi aksi.
Namun, situasi memanas saat massa terlibat bentrokan dengan aparat keamanan. Bentrokan tersebut berujung pada pembakaran salah satu pos keamanan di kompleks Gedung DPRD Kota Malang akibat lemparan molotov.
Aliansi Suara Rakyat (ASURO) dalam rilisnya menyebutkan, sejumlah peserta aksi mengalami luka-luka dan harus dilarikan ke rumah sakit.
Hingga pukul 21.25 WIB, sedikitnya enam hingga tujuh orang dilaporkan mengalami luka serius, sementara sepuluh orang lainnya hilang kontak. Selain itu, tiga orang demonstran dikabarkan telah diamankan oleh pihak kepolisian. []
Nur Quratul Nabila A