Gelombang Penculikan Nigeria Meningkat, 100 Siswa Diselamatkan
JAKARTA — Pemerintah Nigeria kembali berhadapan dengan sorotan dunia internasional setelah 100 siswa dari Sekolah St. Mary, Negara Bagian Niger, akhirnya dibebaskan dari penyanderaan kelompok bersenjata. Para siswa tersebut merupakan bagian dari total 315 murid dan staf yang diculik pada 21 November lalu, dalam salah satu aksi penculikan terbesar yang kembali menegaskan rapuhnya keamanan nasional Nigeria.
Asosiasi Kristen Nigeria (Christian Association of Nigeria/CAN) sebelumnya melaporkan bahwa sekitar 50 siswa mampu melarikan diri beberapa jam setelah insiden berlangsung. Namun, hingga saat ini, nasib 165 murid dan staf lainnya yang diduga masih ditahan belum mendapat kejelasan. Situasi tersebut mengundang kekhawatiran baru mengenai dampak jangka panjang aksi kekerasan terhadap komunitas pendidikan di wilayah tersebut.
Sumber dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), seperti dikutip AFP, menyatakan bahwa 100 siswa yang dibebaskan telah dipindahkan ke Abuja, ibu kota Nigeria, sebelum nantinya diserahkan kepada pemerintah Negara Bagian Niger pada Senin (08/12/2025). Informasi pembebasan itu juga dibenarkan oleh juru bicara Presiden Nigeria, Sunday Dare, yang menyebut para siswa telah kembali ke tangan pemerintah. Sejumlah media lokal, termasuk Channels Television, turut menyiarkan kabar tersebut.
Meski demikian, hingga kini belum ada penjelasan mengenai metode yang digunakan untuk membebaskan para siswa tersebut. Pemerintah pusat maupun Negara Bagian Niger belum mengungkap apakah pembebasan itu hasil operasi bersenjata atau hasil negosiasi. Identitas kelompok pelaku juga belum diumumkan secara resmi, menambah daftar panjang kasus penculikan tanpa kejelasan pelaku.
Situasi ini menyoroti masalah klasik Nigeria: persoalan keamanan yang tidak kunjung terselesaikan. Negara Afrika Barat itu selama bertahun-tahun dibayangi pemberontakan kelompok Islamis di timur laut, sementara kelompok kriminal bersenjata—sering disebut “bandit”—terus memperluas aksi penculikan, penjarahan, hingga pemerasan di kawasan barat laut dan tengah negara tersebut.
Peningkatan kasus penculikan dalam beberapa minggu terakhir memperburuk krisis. Bahkan, pekan lalu Menteri Pertahanan Mohammed Badaru Abubakar mengundurkan diri di tengah tekanan publik yang semakin besar. Kembali mencuatnya kasus penculikan ini juga mengingatkan dunia pada tragedi 2014, ketika hampir 300 siswi Chibok diculik Boko Haram dan sebagian besar belum ditemukan hingga kini.
Rangkaian insiden lain turut mempertegas pola serangan terhadap berbagai kelompok masyarakat. Pada November, 25 siswi Muslim diculik di Negara Bagian Kebbi. Di Negara Bagian Kogi, 38 umat Kristen dan seorang pendeta diambil paksa oleh kelompok bersenjata. Di Sokoto, seorang pengantin perempuan serta 10 pengiringnya juga diculik.
Di tengah peningkatan kekerasan ini, Nigeria kembali mendapatkan tekanan dari Amerika Serikat. Presiden AS Donald Trump menuding adanya “genosida” terhadap umat Kristen dan mengancam akan mengambil tindakan militer jika pemerintah Nigeria gagal mengendalikan situasi. Pemerintah Nigeria menolak tudingan tersebut dan menegaskan bahwa krisis keamanan yang terjadi bukanlah konflik agama, tetapi hasil gabungan kriminalitas, pemberontakan, dan lemahnya struktur keamanan. []
Siti Sholehah.
