Gibran Dianugerahi Gelar Adat Kaicil Kastela di Ternate
TERNATE — Suasana sakral menyelimuti Kedaton Kesultanan Ternate saat Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka menerima gelar kehormatan adat “Kaicil Kastela” dari Sultan Ternate, Hidayat M. Sjah, Kamis (16/10/2025). Penganugerahan tersebut bukan sekadar seremoni adat, melainkan simbol penghormatan dan pengakuan terhadap kiprah Gibran dalam mempererat persatuan bangsa serta memperhatikan pembangunan di wilayah timur Indonesia.
Kunjungan kerja Wapres di Maluku Utara itu dimulai dengan prosesi penyambutan adat yang penuh makna. Setibanya di Kedaton, Gibran disambut Tarian Soya-Soya, tarian tradisional yang melambangkan keberanian dan penghormatan terhadap tamu agung. Setelah itu, dilakukan ritual Joko Kaha atau upacara injak tanah, sebagai penanda bahwa tamu resmi telah diterima secara adat oleh masyarakat Kesultanan Ternate.
Usai penyambutan, Wapres menuju Ruang Foris Lamo untuk mengikuti prosesi utama penganugerahan. Sultan Ternate, Hidayat M. Sjah, memimpin langsung pembacaan naskah penobatan dan penyematan Dastar Ngungare, ikat kepala khas Ternate, serta pin kehormatan sebagai simbol pengukuhan gelar.
“Kaicil Kastela, Insya Allah Bapak selepas dari kamar puji, ditinggikan derajatnya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di muka bumi. Amin ya Rabbal ‘Alamiin,” ujar Sultan dalam doa yang menutup penobatan tersebut.
Sultan Hidayat kemudian menjelaskan makna gelar yang diberikan. Menurutnya, “Kaicil” merupakan gelar bangsawan tinggi di Kesultanan Ternate, sementara “Kastela” merujuk pada tokoh berpengaruh yang memiliki jasa dalam membangun wilayah di bawah kekuasaan Ternate. Gelar itu dianggap sebagai bentuk penghormatan kepada sosok yang membawa manfaat, kemajuan, dan kesejahteraan bagi masyarakat.
“Dengan gelar Kaicil Kastela, kami berharap semangat kebersamaan dan kepedulian terhadap negeri terus dijaga oleh pemimpin bangsa,” tutur Sultan.
Upacara adat kemudian ditutup dengan doa bersama yang dipimpin Imam Kesultanan Ternate, Taher Ma’but, diikuti ucapan selamat dari Sultan, para Bobato Dunia dan Bobato Akhirat, serta para tamu undangan.
Momen tersebut menjadi simbol penting dalam jalinan hubungan antara pemerintah pusat dan masyarakat adat. Penganugerahan ini menunjukkan bahwa nilai-nilai tradisi dan budaya lokal masih memiliki tempat terhormat dalam kehidupan berbangsa.
Melalui penghormatan adat ini, masyarakat Ternate menegaskan pesan kuat: bahwa pembangunan nasional tidak hanya diukur melalui infrastruktur dan ekonomi, tetapi juga melalui penghargaan terhadap warisan budaya serta kearifan lokal yang memperkuat identitas Indonesia. []
Siti Sholehah.
