Golkar Tegas Tolak Wacana Pemakzulan Gibran: Tak Ada Dasar Konstitusional

JAKARTA — Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar, Muhammad Sarmuji, menyatakan bahwa wacana pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka tidak memiliki landasan konstitusional. Ia menegaskan bahwa Gibran terpilih secara sah melalui mekanisme pemilihan umum yang diatur dalam UUD 1945 dan telah disahkan oleh lembaga berwenang.
“Mas Gibran terpilih secara konstitusional melalui pemilihan presiden dan wakil presiden, dipilih oleh 58 persen rakyat Indonesia secara konstitusional, disahkan oleh Mahkamah Konstitusi,” ujar Sarmuji dalam keterangannya kepada awak media, Kamis (8/5/2025), mengutip kantor berita Antara.
Sarmuji menegaskan bahwa hingga saat ini tidak ditemukan pelanggaran hukum maupun etika yang dapat dijadikan alasan untuk memakzulkan Gibran dari jabatannya sebagai wakil presiden.
“Jadi, sampai saat ini pintu pemakzulan secara konstitusional masih tertutup,” imbuhnya.
Pernyataan tersebut disampaikan Sarmuji untuk merespons wacana pemakzulan yang sempat mencuat dalam sejumlah forum diskusi politik dan ruang publik, terutama pasca-pemilihan presiden 2024. Isu itu mencuat kembali seiring sorotan terhadap keterlibatan Gibran dalam kontestasi Pilpres yang disebut-sebut diuntungkan oleh putusan Mahkamah Konstitusi.
Sebagaimana diketahui, putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 menjadi sorotan luas karena mengubah ketentuan usia minimal calon presiden dan wakil presiden.
Putusan tersebut menyatakan bahwa seseorang yang belum berusia 40 tahun tetap dapat mencalonkan diri apabila pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah. Ketentuan ini membuka jalan bagi Gibran, yang saat itu menjabat sebagai Wali Kota Surakarta dan berusia di bawah 40 tahun, untuk maju dalam Pilpres 2024.
Menanggapi polemik tersebut, Golkar secara tegas menolak wacana pemakzulan dan menekankan pentingnya menghormati proses demokrasi serta keputusan hukum yang telah diambil oleh institusi negara.
“Gibran terpilih melalui proses yang terbuka dan sah. Tidak ada pelanggaran yang bisa dijadikan dasar hukum untuk pemakzulan,” tandas Sarmuji. []
Nur Quratul Nabila A